Wednesday 15 February 2012

ADP Project

Hari itu gue bangun kesiangan. Seharusnya jam 7 pagi gue uda ada di kampus, tapi jam 7.14 gue baru bangun tidur. Wuaah, enggak disiplin banget gue! Tapi pagi itu gue santai aja, karna hari itu gue ke kampus bukan gara-gara ada mata kuliah. Tapi, karna ada Annual Drama Performance di kampus, disingkat ‘ADP’. Dan gue kebetulan jadi panitianya. Sesudah bangun tidur, gue langsung prepare makan, mandi, dll. ADP adalah acara tahunan anak tingkat tiga. Jadi, untuk tingkat tiga ada matakuliah drama dan tugas akhir semesternya adalah menampilkan pertunjukan drama. Anak-anak tingkat tiga kerjasama dengan ESA—HMJ FKIP B.Inggris—buat ngadain acara ini. Nah, karna kebetulan gue anggota ESA, ya gue mau enggak mau harus ikut dan jadi panitia untuk acara ini.
Gue pacu motor gue secepat yang gue bisa. Akhirnya sampe juga gue di kampus sekitar jam setengah sembilan. Ternyata acara sudah di mulai. Gue langsung parkir motor dan lari masuk ruang pementasan terus duduk di lantai kursi. Gue liat penonton cukup sepi. Cuma segelintir orang yang duduk menyaksikan acara pembukaan yang suda dimulai beberapa menit lalu. Enggak lama kemudian acara pembukaan selese, dan pertunjukan drama pun dimulai. Nah, disinilah penderitaan gue dan anak-anak laen dimulai. Saat itu gue kebagian jadi sie peralatan. Gue harus tanggungjawab untuk ngebantu tingkat tiga men-setting property yang bakal dipake nanti. Berhubung jarak antara vitting room dan panggung cukup jauh, jadi semua property harus dibopong satu persatu. Property-nya macem-macem. Ada yang ringan-ringan seperti sterofoam, kain warna-warni, kayu-kayu kecil. Ada juga property yang lumayan berat, kaya kursi, bambu, kurungan ayam. Sampe ada juga property yang  sangat menyiksa, seperti meja, ranjang tempat tidur, dan pohon palem. Dalem hati gue bilang, ‘Ni orang mau drama apa kampanye peduli lingkungan hidup, sih?! Sampe pohon dibawa-bawa!’ Sebenernya tugas gue cukup simple. Gue cuma ditugasin ngebantu ngangkat-ngangkat property tiap kelompok yang mau dan selesai tampil. Jadi, tiap kali ada kelompok yang selese tampil, gue langsung bantu-bantu mereka ngeluarin property dari panggung. Setelah panggung clear, barulah gue bantu-bantu masukin property kelompok laen yang mau tampil selanjutnya ke dalem panggung. Simple dan cukup berat! Sambil nunggu waktu pergantian tiba, mending gue ikut nonton drama, deh! Waktu itu gue enggak sekedar nonton, gue juga coba cari tahu apa dan bagaimana pertunjukan drama ini, soalnya mau enggak mau dua tahun lagi gue bakal ngalamin juga.
Ini adalah drama yang paling keren yang pernah gue liat seumur hidup gue. Lighting-nya, ceritanya, effect-nya, pokoknya semuanya keren. Penjiwaannya dapet banget. Dialognya aja panjang bener. Gue sampe bingung, ‘Mereka gimana ngapalinnya?’
Gue dapet bannyak pengalaman dari kegiatan ADP. Bukan sekedar pertunjukan drama yang keren, tapi juga gue bisa mengenal hal-hal baru disekitar gue. Gue jadi bisa lebih akrab sama senior tingkat dua. Karna ADP, gue jadi kenal Teh Lucky, Teh Aida, A Sandy, dan banyak lagi. Gue paling seneng sama sosok senior yang terbuka. Yaitu mereka yang enggak ragu untuk mengakrabkan diri dengan para juniornya, bercanda, ketawa-ketiwi bareng. Dan gue bisa jadi kurang respect sama senior yang sok cool, yang merasa pengen disegani sama para juniornya. Males banget! Tapi gue beruntung, di ESA enggak ada senior yang model begitu. Semuanya seru, kompak, dan akrab. Di acara itu gue juga bisa mengenal lebih dalam sosok dan karakter temen-temen gue sesama tingkat satu.
Kalo ngomongin soal ‘karakter’, gue jadi inget betapa banyak karakter unik yang gue temui saat itu. Gue nemu sosok lelaki yang gemar sekali membawa pedang, Agung namanya. Agung adalah temen gue sesama tingkat satu. Saat itu dia mendapati sebuah pedang plastik berwarna emas. Tampilan luarnya sangat luar biasa. Mengagumkan! Dan pedang itu adalah bekas property yang sudah enggak kepake. Saat itu dia tertarik untuk mengadopsi pedang bekas tersebut dan dengan bangganya dia membawa-bawa pedang itu kemanapun dia pergi. Bahkan dia sering mengacung-ngacungkan pedangnya itu dan berlaga seperti Power Rangers setiap dia melewati seseorang yang dia kenal. Gue bingung, penyakit apa yang menimpanya saat itu. Kasihan sekali dia! Padahal menurut gue dia udah punya pedang alami yang bersemayam di tubuhnya. Akan jauh lebih bijaksana kalo dia menjaga dan merawat pedang alaminya dengan baik ketimbang mencari dan mengadopsi lagi pedang baru. Ini merupakan bentuk kufur nikmat!
Selain Agung, gue menemukan seorang lelaki yang gemar sekali bertelepon dengan mamahnya, dia A Sandy. Dia anak tingkat dua. Orangnya tinggi, putih, gemuk, dan berwibawa. Dan dia selalu berbicara keras ketika ngobrol di telepon dengan mamahnya. Hal itu membuat semua orang mendengar dengan jelas apa yang sedang dia bicarakan dengan mamahnya.
Saat itu senja hari,  acara ADP sudah selesai dan panitia sedang mengadakan briefing. Di saat itu pula A Sandy tanpa kompromi mulai melakukan kegemarannya. Dia mulai bertelepon ria dengan mamahnya. Suasana ruangan senja itu sangat gaduh, berisik sekali sehingga A Sandy meminta anak-anak untuk diam.
‘Ssttt!! Woy, diem dulu. Gua lagi nelepon!’ teriaknya
Karna memang suaranya yang keras dan sangat bertenaga, sehingga anak-anak pun terdiam seketika begitu mendengar teriakannya. Waktu itu A Sandy bilang ke mamahnya, ‘Mah, uda cek ke PS Center? PS Sandy uda bener belum?’ saat itu gue dan anak-anak shock, kaget, dan ngakak. Gue pikir ada sesuatu yang sangat penting yang bakal mereka bicarakan. Ternyata PS! Ini apa mamahnya gemar bermain Playstation atau bagaimana? Terus terang, ini pertama kalinya buat gue menyaksikan secara langsung percakapan antara ibu dan anak yang isinya ngebahas Playstation.
Selain tadi, ada juga perempuan yang gemar sekali mempermasalahkan martabak, Teh Nurul namanya. Dia anak tingkat dua. Dia sering sekali mengajak orang lain jajan dan membeli martabak. Gue bingung jadinya. Disini ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah dia memang senang dan suka sekali memakan martabak. Martabak adalah jajanan faforitnya. Kemungkinan kedua adalah ternyata tukang martabak yang didepan kampus adalah sodaranya, sehingga dia maksa-maksa untuk beli martabak biar dagangannya cepet laku dan dia mendapat komisi. Ini cerdas!
Ada juga dua sosok makhluk yang selalu ribet, narsis, dan berisik dimana dan kapanpun mereka berada. Mereka adalah Teh Nike dan Teh Lucky. Keduanya memiliki sifat yang meledak-ledak. Begitu ada orang yang megacungakan kamera atau handpone, mereka berdua reflek menempelkan ujung jari tepat di bibir mereka disertai kepala yang dimiringkan ke kiri atau ke kanan. Bisa juga mereka langsung menirukan pose Cherrybelle; kedua telapak tangan dirapatkan, kemudian dibuka dan ditaruh dibawah dagu, lalu nyengir kuda.
Tapi dibalik keanehan yang mereka miliki, mereka juga sosok perempuan yang baik. Ini bukti ketika mereka dengan relanya mencuci piring kotor.

Dua makhluk sedang mencuci piring


Dan tentunya gue juga makin deket sama temen-temen deket gue; Nanda, Saepul, Icha, Widiya, dan Intan. Gue makin tau sedikit-banyak karakter masing-masing dari mereka. Dan ini moment yang gue abadikan bareng mereka.

          Sedang di koridor                            Sedang makan  


Ini bukan boyband

Terus terang, sebenernya gue belum pernah punya pengalaman yang cukup dalam berorganisasi. Bahkan waktu SMP dan SMA gue enggak ikut jadi anggota OSIS. Gue merasa enggak nyaman. Karna nantinya gue bakal ketemu orang-orang baru yang sebelumnya enggak gue kenal. Gue kurang bisa berbaur dengan baik dengan orang asing. Ketika gue sudah menemukan lingkungan yang nyaman, gue bakal selamanya nyaman disitu dan enggan untuk masuk ke lingkungan baru. Gue selalu parno; gue takut lingkungan baru itu enggak senyaman lingkungan yang uda gue punya. Makanya gue selalu ragu untuk ikut OSIS, karna disitu gue bakal nemuin lingkungan baru. Tapi, seiring berjalannya waktu pola pikir gue mulai berubah. Gue enggak tau dapet ilham dimana tapi yang jelas gue berusaha kuat untuk merubah diri gue. Gue akui bahwa gue adalah sosok yang cupu, kuper, berantakan, dan absurd. Tapi apa selamaya gue mau begini? Banyak, kok, orang diluar sana yang bisa berorganisasi dengan gampangnya, bersosialisasi dengan baik. Padahal ada diantara mereka yang bodo di kelas. Terus, kenapa gue enggak bisa kayak mereka? Apa yang mesti gue takutin? Gue enggak bodo, gue enggak rese, dan gue ganteng. Uh-oh, yang terakhir tadi enggak harus, kok! Jadi apalagi alasan gue untuk takut dan malu untuk berhadapan dengan lingkungan yang baru?
Langkah pertama gue untuk ngerubah diri adalah dengan cara berani berkenalan dengan orang-orang baru. Gue jadi inget waktu gue ospek dulu. Gue waktu itu bener-bener merasa sendiri—dalem—karna enggak ada kenalan sama sekali. Gue mulai berani berkenalan dan ngobrol dengan orang-orang baru. Gue coba deketin perempuan, kenalan, dan ternyata asik. Gue harus bisa bikin diri gue nyaman dengan orang-orang baru di sekeliling gue. Rasa nyaman enggak dateng dengan sendirinya, tapi kita sendirilah yang harus menciptakannya. Begitu juga dalam berorganisasi. Pertama lo harus tau dan kenal orang-orang dalam organisasi tesebut. Setelah lo kenal baik dengan mereka, nantinya juga lo bakal ngerasa nyaman. Setelah ngerasa nyaman dengan orang-orangnya, nantinya lo bakal betah dan nyaman juga di dalam organisasi tersebut.
Balik lagi ke ADP, ah!
Salah satu hal yang gue senangi di ADP adalah ketika waktu istirahat tiba, sekitar jam setengah satu siang. Biasanya waktu istirahat gue pergunakan untuk solat duhur dan makan tentunya. Solat selesai dan makan pun sudah, saatnya kembali ke penderitaan gue. Ngangkut barang!
Saking semangatnya (baca:menderitanya) gue ngangkatin barang, sampe-sampe enggak kerasa pertunjukan uda mau selese. Semakin mau selese acara, semangkin semangat gue. Dan... tada!! Akhirnya acarapun selese sekitar jam setengah enam sore.
Hari pertama ADP, gue pulang sekitar jam setengah enam sore karna memang acaranya selese jam segitu. Waktu itu gue pulang bareng Intan. Intan adalah temen sekelas gue, dia juga anggota ESA, sama kayak gue, dan jadi panitia juga. Dia sosok perempuan yang baik, manis, dan menyenangkan. Gue dan Intan berasal dari Kuningan. Berhubung daerah dan jalan pulang yang searah, gue oke-oke aja pulang bareng dia. Sebenernya ini adalah salah satu tantangan terberat dalem hidup gue. Saat itu gue stres! Ini pertama kalinya gue pulang malem dari Cirebon ke Kuningan naek motor. Gue takut terjadi apa-apa di jalan. Lo tau kan, sob, jalan Cirebon—Kuningan itu uda kaya rambut Krisdayanti versi Raul Lemon, keriting dan bergelombang. Belom lagi tekstur jalanan yang berlobang karna kena hujan. Uda gitu mata gue masih belom terbiasa dengan pemandangan jalanan di malam hari. Gimana nanti kalo gue tiba-tiba nabrak nenek-nenek yang lagi bertamasya nyebrang di tengah jalan? Gimana juga nanti kalo gue mencoba menghindar lobang, terus gue kagok dan enggak bisa jaga keseimbangan, tiba-tiba ada odong-odong berkecepatan tinggi datang dari arah berlawanan, dan langsung nabrak gue dan Intan? Atau mungkin aja nanti di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba ada nenek gayung, terus dia nyetopin motor gue dan minta dibonceng? Kalo uda gitu gue makin stres! Mau di taro dimana coba tuh nenek?
Gue coba beraniin diri. Gue pasti bisa lewatin ini. Akhirnya gue mulai jalan. Gue nyalain mesin motor dan Intan mengambil posisi bersiap untuk gue bonceng. Sebelum memulai perjalanan, gue pake pengaman dada dan sarung tangan. Sekarang keadaannya seperti seorang tukang ojeg yang sedang membonceng cewek cantik. Tragis! Gue stres lagi setelah mengetahui ternyata Intan adalah termasuk spesies perempuan yang senengnya duduk menyamping kalo dibonceng di motor. Gue stres karna gue enggak biasa ngebonceng dengan posisi seperti itu. Bisa-bisa sepanjang jalan gue bakalan bawa motor dengan badan dan kepala yang miring ke kiri. Kalo uda gini, leher dan punggung gue bisa keram jadinya. Waktu itu gue pangen boker nangis! Akhirnya, gue beraniin diri. Oke, gue boncengin dia dengan posisi menyamping! Kata orang bijak, ’Jika kamu tidak mau melakukan suatu hal karna kamu tidak bisa, itu artinya kamu membuang kesempatan untuk menjadi bisa’. Well, mudah-mudahan setelah ini gue jadi terbiasa membonceng dengan posisi menyamping.  
Di perjalanan, gue banyak cerita sama Intan. Intan adalah salah satu wanita yang terserang Abisyndrome. Ini adalah penyakit dimana seorang wanita bisa menjadi sangat senang sekali, histeris, brutal, bahkan bringas ketika melihat sosok bocah lelaki putih bernama Abi. Intan dan cewek lain mengaku suka dengan sosok Abi. Abi adalah anggota ESA dan sekarang sudah tingkat tiga. Gue heran, kenapa mereka pada tergila-gila sama ini orang? Mereka pada suka senyum-senyum, curi-curi pandang, salting, mata jadi juling, jerit-jerit histeris, kejang-kejang, mulut berbusa, dan kesurupan kalo liat sosok Abi. Padahal gue biasa aja kalo papasan sama dia. Tapi memang dia punya kulit yang putih, badan tinggi semapai, pandangan mata yang tajam, senyum yang luar biasa. Umm, unyu banget deh!! Uh-oh, sadar, Yoga. SADAR!! Jaga sikap, Yog! JAGA SIKAP!
Gue khawatir penyakit ini menular dan menyerang semua cewek di kampus gue. Terutama di kawasan FKIP B.Inggris. Penyakit ini sulit disembuhkan karna belum ada obat penawarnya. Ini adalah type penyakit yang menyebabkan kerusakan sistem nalar pada wanita. Penyakit ini harus segera diatasi. Satu-satunya cara untuk menghilangkan penyakit ini adalah dengan memusnahkan sumbernya. Iyah, ‘Abi’. Abi harus diberantas!
Selain terkena Abisyndrome, Intan juga bercerita hal-hal lainnya. Katanya ini pertama kalinya dia pulang kampus naek motor malem-malem. Ini juga pertama kalinya buat gue; ngebonceng temen pulang kampus dimalam hari. Intan juga cerita tentang masa SMA-nya. Dia bilang kalo dia enggak suka hitung-hitungan, makanya dia masuk jurusan IPS. Dia enggak suka sama matematika, biologi, dan kimia. Keren, kan? Kalo gue enggak suka makan nasi. Tapi anehnya, diantara pelajaran hitung-hitungan tadi, dia suka dengan pelajaran fisika. Ini ironi! Justru menurut gue fisika-lah pembunuh nomer satu diantara pelajaran hitung-hitungan laennya. Fisika itu jahat! Beberapa kali gue harus menerima pil KB pahit. Pernah dulu gue uda dapet nilai cukup bagus di biologi, kimia, dan matematika. Tapi karna nilai fisika gue jelek, gue kena remidial. Asem! Dari situlah gue benci boyband.
Ketika diperjalanan, gue coba nyalip bis yang lagi berhenti nurunin penumpang. Sebelum nyalip, Intan narik pelan bahu gue dari belakang. Gue sedikit kaget! Kalo pas itu dia narik bahu gue kenceng sambil mukul-mukul helm gue, mungkin gue bakal kaget banget. Dan seandainya waktu itu dia tiba-tiba meluk gue dari belakang dan ngejerit lembut, mungkin gue bakal ayan!
Ternyata dia takut. Gue tanya ke dia,
‘Takut ya, Ntan?’
‘Iya, ngeri! Aku takut sama bis. Kayaknya mereka tuh raja jalanan’ kata intan.
‘Saya juga takut’ gue cengengesan.
Emangsih, supir bis disini suka se-enak keteknya jidatnya kalo bawa bis. Meraka suka nyalip tiba-tiba, padahal dari arah berlawanan ada motor. Gue sempet beberapa kali emosi sama supir bis yang ugal-ugalan kaya gitu. Yasudahlah, enggak usah dipikirin. Anyway, baguslah Intan takut sama bis. Daripada gue?! Takut sama kecoa! Enggak keren banget!
Malem itu gue nganter Intan cuma sampe terminal Kuningan, karna rumah dia masih agak jauh dan gue enggak begitu hapal daerahnya. Kalo gue nganterin dia sampe ke rumahnya, bisa-bisa pulangnya gue nyasar dan enggak balik lagi kerumah!
Akhirnya sampe juga di terminal. Di terminal, Intan bakal dijemput bapaknya. Enggak lama kemudian hujan turun. Gue dan Intan berteduh di tenda tukang pecel lele setempat. Sekarang keadaannya uda kayak di sinetron-sinetron: seorang laki-laki dan seorang perempuan kehujanan, kemudian mereka berteduh  berduaan sambil menunggu hujan reda. Biasanya kalo di sinetron uda ada adegan begini, ujung-ujungnya laki-laki dan perempuan itu akan saling cinta dan pada akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih! Yaa, semoga aja! Uh-oh, ngomong apa sih lu, Yog?! Fokus, YOGA, FAKUS! FOKUS KE TULISAN!! Well, sambil nunggu bapaknya jemput, gue ngobrol kecil sama dia. Dia cerita kalo dia adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Kakak pertamanya perempuan. Dia mau nikah abis bulan romadhon taun ini. Kakak keduanya juga perempuan. Gue enggak tau dia mau nikah kapan. Dan kaka ketiganya laki-laki. Gue juga enggak tau dia mau nikah kapan. Enggak lama kemudian bapaknya dateng. Sesaat sebelum bapaknya dateng, Intan sempet nyuruh gue pulang aja duluan. Awalnya gue nolak dan pengen nemenin dia dulu ampe bapaknya dateng. Tapi karna waktu itu magrib dan gue belom solat, jadi gue putusin untuk pulang duluan. Gue uda pake helm dan mau nyalain motor, saat itulah bapaknya dateng dengan Jupiter Z-nya. Gue seneng akhirnya si bapak dateng juga. Akhirnya gue enggak jadi pulang duluan. Men, ternyata bapaknya kumisan. Tapi dari muka dan penampilannya, gue rasa dia pasti bapak yang baik. Saat itu Intan senyum, terus pamit ke gue. Dia jalan perlahan menghampiri bapaknya. Tepat sebelum naek ke motor, Intan berbalik terus senyum lagi sambil melambaikan tangannya ke gue. Wah, gue mersa ganteng! Menurut gue, ini adalah senyuman yang paling manis yang pernah Intan tunjukin ke gue. Ini juga salah satu moment yang paling keren yang pernah gue lewatin. Saat itu malam hari, gerimis kecil, ditambah senyum dan lambaian tangan seorang perempuan cantik. Wah, gue merasa makin ganteng! Sebenernya gue antara sadar dan enggak saat itu. Enggak percaya juga, kok bisa sih gue disenyumin dan dilambain tangan seperti itu. Biasanya gue dicakarain dan dijambakin sama cewek. Saat itu bapaknya memandangi gue dalem-dalem. Tatapan matanya tajam. Ekspresi mukanya sangat datar. Mungkin dalem hatinya bilang, ‘Makhluk rusak macam apa ini yang mengantar anak perempuan saya pulang?’ Akhirnya gue lepas helm gue dan coba senyum ke si bapak. Dan ajaib, dia ngebales senyum gue. Senyumannya lepas dan menenangkan, sama kayak anaknya. Sekarang gue dapet senyuman dari bapak dan anak perempuannya. Wah, gue merasa ganteng banget! Mungkin sambil senyum dia bicara lagi dalem hati, ‘Ternyata makhluk ini tidak rusak, tapi abstrak!’ Setelah itu, Intan pulang. Gue seneng semuanya berjalan lancar.
Gue sempetin solat magrib dulu di SPBU terdekat dan lanjut pulang. Gue sampe rumah sekitar jam delapan dan gue lemes banget. Tadinya selesai solat isya gue pengen nulis, karna banyak banget hal yang pengen gue abadikan di catatan gue hari itu. Tapi berhubung gue lemes banget, jadi gue langsung tidur ajah.
Well, segitu dulu cerita dari gue. Moga bermanfaat. Keep spirit!







Oga Aprilio


Continue Reading...

Wednesday 1 February 2012

Cerita di Kampung Kusir

Friendship Circle
Kampung Kusir adalah suatu daerah di pinggiran kota Jaya Pura. Keadaan dikampung tersebut sangatlah kental dengan suasana perkampungan tempo dulu. Disana tinggal sepasang sahabat. Mereka adalah Yo dan Yang. Yo adalah sosok lelaki yang baik hati, senang menulis, memiliki postur tubuh sedikit bungkuk, dan selalu berambut cepak. Dia memiliki hobby yang unik. Dia senang sekali mengais-ngais tanah. Yang adalah perempuan yang murah hati, enggak gampang marah, senang menabung emas di empang, dan bertubuh sedikit gempal. Dia juga memiliki hobby unik. Dia sering sekali terlentang di tengah jalan. Mungkin ini karena dia sering nonton acara National Geograpic yang sering membahas kehidupan hewan. Yang terinspirasi dari kehidupan buaya yang sering terlentang berjemur dibawah sinar matahari.
Yo dan Yang bersahabat baik. Mereka selalu bermain bersama. Mereka juga bersekolah di sekolah yang sama dan sekelas pula. Mereka dan anak-anak lainnya sering mangkal bareng. ‘Mangkal’ adalah sebutan ‘Nongkrong’ bagi mereka. Waktu itu malem Rabu. Mereka janjian buat mangkal bareng, tapi kali ini hanya mereka berdua, enggak bareng temen-temen yang laen.
‘Yo, kamu enggak mangkal?’ tanya Yang.
‘Iya, nanti jam 11-an. Kan sama kamu juga mangkalnya?’ jawab Yo.
‘Oiyah! Mau mangkal dimana? Di setasiun apa di kolong jembatan?’
‘Di tempat biasa aja. Di empang sebelah rumah Haji Toink!’ Yo sambil nyengir.
‘Oh-iyah, siip! Nanti aku nyamper’
Haji Toink adalah orang paling kaya di Kampung Kusir. Rumahnya berwarna pink menyala, dan berhadapan dengan rumah Pak Juned. Pak Juned bersama istri, Bu Marpuah, adalah bandar penyewaan odong-odong. Mereka memiliki bisnis odong-odong sejak tahun 1945. Kembali ke Yo dan Yang. Setelah percakapan tadi, kemudian mereka pun ketemuan di Empang Kusir. Empang Kampung Kusir merupakan empang paling besar di bandingin empang-empang kampung sebelah. Empang ini merupakan trade mark-nya Kampung Kusir. Banyak orang dari berbagai negara tertarik untuk mampir kemari walau hanya sekedar nabung emas. Kebanyakan mereka datang karena tertarik dengan estetika Empang Kusir. Mereka bilang Empang Kusir adalah empang terindah dan terbaik yang pernah mereka temui. Empang ini luas, jernih, sejuk, dan ikannya besar-besar. Dalem hati gue bilang, ‘Pantes aja ikannya besar-besar, orang yang nabungnya juga dari berbagai negara!’
Pada malam itu, di Empang Kusir, Yo dan Yang bercerita banyak hal. Ditemani suara jangkrik dan kodok, Yang cerita ke Yo tentang keluarganya. Yang merasa ada sesuatu yang beda dengan keluarganya. Yang sayang banget sama emak dan babehnya. Dan emak dan babehnya Yang juga punya rasa cinta yang super dahsyat ke Yang. Yo pun menyimak dengan baik semua cerita Yang. Yo juga mencoba ngasih masukan-masukan ke mulut Yang: batu, kerikil, kodok, dll. Disisi lain, Yo juga curhat ke Yang bahwa semua Entog punya Yo mati. Mereka semua mati karena keracunan. Yo adalah peternak entog. Dia punya ratusan ekor entog. Namun suatu hari, Yo lagi ngasih makan entog-entognya. Yo ngasih makan entog-entognya di sebuah ember plastik besar. Yo enggak inget ternyata ember itu bekas dipake buat tempat insectisida. Alhasil, semua entognya mati keracunan insectisda. Mendengar cerita Yo, Yang sontak nangis histeris, dia sedih dan terpukul banget. Berulang kali dia menjedot-jedotkan kepalanya ke tanah, guling-guling, ngunyah batu, dan nangkep kodok terus ditelen. Gue bingung, Yang lagi sedih apa laper? Keadaan malah berbalik. Yo malahan yang harus menenangkan Yang. Selain hal sedih tadi, mereka juga banyak bercerita tentang hal-hal lucu di sekitar mereka. Mereka ketawa-ketiwi ampe subuh menjelang. Yo ngantuk, Yang juga. Mereka pulang kerumah pak lurah. Eh, kerumah masing-masing maksudnya.
Pagi harinya, Yo, Yang, dan teman-teman lainnya mangkal seperti biasa. Kali ini mereka mangkal di deket jalan desa. Itu adalah jalan penghubung antara Kampung Kusir dan Kampung Duku. Jalannya kecil, enggak terlalu lebar, aspalnya juga masih kasar. Jalan tersebut sangat sepi dari lalu-lalang warga, karena warga lebih memilih jalan memutar jika ingin menuju Kampung Duku. Karena jalan memutar dirasa warga lebih aman. Saat itu mereka ngobrol-ngobrol, maen tebak-tebakan, dan banyak lagi. Di tengah-tengah obrolan, Yang tiba-tiba ingin sekali melakukan hobby-nya. Kerena pagi itu sangat cerah dan udara pun sangat hangat, Yang enggak ragu untuk melakukan hobby-nya. Yang mulai melangkah ke tengah jalan, berjalan sambil menggoyang-goyangkan badannya dengan posisi kedua tangan diregangkan ke atas. Yo dan teman lainnya hanya melihat, karena memang mereka sudah sangat terbiasa dengan hobby Yang tersebut. Yang mulai terlentang di tengah jalan. Dia sangat meresakan kehangatan mentari pagi saat itu. Dia mulai sedikit menggeliat. Sesekali dia menggesek-gesekkan badannya ke aspal, mungkin ini cara dia menandai daerah kekuasaannya. Sama seperti kebanyakan buaya menandai daerahnya. Kalo buaya menandai dengan cara mencakar-cakar tanah mereka, nah, Yang lebih memilih menggesek-gesekan badannya. Memang beda tipis, tapi setidaknya mereka sangat mirip.
Enggak mau kalah, Yo juga mulai melakukan hobby-nya. Dia mulai beranjak dari tempatnya dan mulai mengais-ngais tanah. Yo enggak mau sendirian, dia coba ngajak temen-temen yang laennya buat ngais-ngais tanah bareng. Tapi, temen-temennya menolak, mereka bilang ngais-ngais tanah itu pekerjaan orang gila, enggak ada manfaatnya. Gue mulai perpikir dalem hati, ‘Mereka semua adalah anak-anak sehat dan cerdas, kecuali Yo dan Yang.’ Yo saat itu enggak terima, dia mulai maksa-maksa temennya. Yo narik-narik kolor si Udin, salah satu temennya. Rido, temen Yo juga, coba menyelamatkan Udin dari Yo dengan cara narik-narik kaos Udin. Terus aja mereka tarik-tarikan sampe akhirnya kaos Udin robek parah. Udin jadi topless sekarang. Enggak cukup disitu, kolor Udin yang ditarik-tarik Yo juga melar dan akhirnya melorot. Udin jadi top-downless  sekarang. Disaat Yo sibuk maksa-maksa temennya, hal yang buruk terjadi dengan Yang.
Friendship Chains
Ketika Yang lagi asyik terlentang, dari arah utara datang sebuah odong-odong berkecepatan tinggi. Itu adalah odong-odong sewaan punyanya Bu Marpuah. Odong-odong itu disetir Mpok Leha. Mpok Leha adalah mantan pegawai Krusty Krab. Dia bekerja sebagai pencuci piring di restoran tersebut. Namun, enggak lama kemudian dia mengundurkan diri. Dia kecewa karena selama kerja di Krusty Krab dia enggak pernah masuk tivi. Dia enggak pernah diajak shotting. Dia iri dengan Spongebob dan Squidward yang selalu diajak Tuan Krab shotting. Padahal Mpok Leha udah mohon-mohon sama Tuan Krab biar diijinin ikut shotting, tapi Tuan Krab tetep enggak ngasih ijin. Akhirnya Mpok Leha keluar dari Krusty Krab dan banting setir jadi supir odong-odong. Balik lagi ke odong-odong tadi. Mpok Leha nyetir odong-odong dengan kecepatan tinggi, 50 kilometer per jam. Selain suka nyetir ugal-ugalan, Mpok Leha juga orangnya ganjen. Dia suka ngomong dengan gaya bahasa unyu-unyu. Contoh: ‘semangat’ jadi ‘chumungud’, ‘kasian’ jadi ‘kacian’, 'makasih' jadi 'ma'ayih', dll. Saat itu, di atas odong-odong yang berkecepatan 50 kilometer per jam, mendadak jiwa unyunya muncul. Dia ngeluarin handphone pinjeman tetangga dari sakunya dan mulai poto-poto narsis. Lo bisa bayangin ,kan, Sob! Nyetir odong-odong, kecepatan tinggi, trus poto-poto narsis pula, uda bisa ditebak. Kalo enggak nyemplung ke empang, ya bakal nabrak orang tuh Mpok. Saat itu lah konsentrasi Mpok Leha terpecah. Mpok Leha terlalu terpaku dengan kegiatan poto-poto itu, sampai akhirnya dia enggak memperhatikan laju odong-odongnya. Tepat di depan dia ada Yang. Dia lagi terlentang sambil merem-melek tanda dia sedang asyik. Mpok Leha baru nyadar tepat lima meter sebelum odong-odong itu nabrak Yang. Mpok leha kaget, Yo dan anak-anak kaget, Syahrini juga kaget. ‘ARGGHHHHH!!!’ Mpok Leha ngejerit, Yo dan anak-anak ngejerit, Syahrini juga ngejerit. Namun jeritan mereka semua sia-sia. Mpok Leha enggak sempet ngerem dan akhirnya odong-odong itu nabrak dan ngelindes Yang seketika itu juga. Setelah ngelindes Yang, odong-odong itu tetep melaju dengan Mpok Leha masih jerit-jerit diatasnya. BUAKK!! Tu odong-odong nabrak pohon duren di pinggir jalan dan berhenti seketika itu juga. Yo dan anak-anak panik! Mereka semua bergegas lari ke rumah masing-masing, kecuali Yo. Yo bingung kenapa anak-anak malah pada lari pulang. Tanpa basa-basi Yo lari menghanpiri Yang. Dia liat Yang pingsan, Mpok Leha pingsan, Syahrini juga pingsan. STOP STOP!! Syahrini MANA? SYAHRINI MANA? Ganggu aja sih tu orang!!
Yo menatap dalam-dalam wajah Yang. Kasian Yang, pingsan karna kelindes odong-odong. Yo teriak-teriak minta tolong.
‘TOLONG... TOLONG!!’ teriak Yo lelah.
Saat itu warga datang beramai-ramai, mencoba menolong. Sekarang keadaannya seperti di sinetron-sinetron. Ketika seorang cewek ketabrak mobil, banyak orang ngerubungin. Si cowok langsung duduk berlutut di sebelahnya, kemudian tangan si cowok menahan kepala si cewek dan menaruhnya di atas paha si cowok. Lalu cowok itu melihat ke atas memandang langit dan bilang, ‘TIDAKKKK!!’ sambil diiringi efect slow motion tentunya. Itu yang sekarang terjadi oleh Yo dan Yang.Yo sangat panik dan khawatir terhadap Yang. Yo coba memanggil-manggil Yang, berharap dia sadar dari pingsannya. Tapi Yang enggak ngejawab. Dia mulai menggoyang-goyangkan Yang, namun dia masih diem. Yo tetep berusaha menyadarkan Yang, dia memukul-mukul pelan pipi Yang. Tapi enggak ada respond. Yo mulai resah dan emosional, dia memukul dan menggoyang-goyangkan Yang agak keras, tapi Yang tetep diem. Lama-kelamaan emosi Yo mulai meningkat. Dia memukul dan menggoyang-goyangkan badan Yang dengan sangat keras. Dia mulai nabokin muka Yang, nginjek-nginjek perut Yang, melintirin lehernya, ngejedot-jedotin dia ke aspal, sampe ngebanting-banting Yang ke atas ke bawah. Tapi masih belum ada respond dari Yang.
Yo makin sedih! Saat itu untungnya Yo inget Pa Mahmud. Pa Mahmud adalah pemilik bengkel terhandal di Kampung Kusir. Yo langsung bergegas ngebawa Yang ke bengkel. Lo semua enggak usah mikirin, ‘Yang itu motor atau orang?’ okey! Sambil lari-lari kecil dia nyeret Yang dengan memegang kaki kanannya, posisi Yang tengkurep dan muka ngadep aspal. Makin lama lari Yo semakin kencang. Dia makin brutal nyeret-nyeret Yang. Yo enggak peduli sekasar apapun aspal kampung dan sebanyak apapun jeglukan (polisi tidur) yang ada. Dia makin kencang berlari! Sesampainya di bengkel Pa Mahmud, Yo langsung tepar dan megap-megap. Itu karna tenaganya uda terkuras dalam kegiatan seret-menyeret tadi. Pa Mahmud keluar, kaget!
‘Ada apa ini?’
‘Aer!! Aer mana aer? AER MANAA!!’ ternyata Yo dehidrasi maksimal!
‘Inih!’ Pa Mahmud ngasih se-galon aer putih, langsung dicekokin ke mulut Yo.
‘Makasih, Pa. Ini, temen saya, Pa. TOLONG, PA!!’ Yo histeris.
‘Kenapa temanmu?’
‘Kelindes odong-odong, Pa! Tolong betulin!’
‘Baik, biar saya liat dulu kondisinya!’
Kemudian Pa Mahmud membawa Yang ke ruang perbaikan. Yo tetap resah dan khawatir. Setengah jam kemudian perbaikan selesai, Pa Mahmud keluar ruangan. Dengan segera Yo menghampiri dia, menanyakan kondisi Yang. Ternyata keadaan Yang baik-baik saja. Ada kabar baik dan kabar buruknya. Kabar baiknya adalah Yang akan pulih dengan segera. Kabar buruknya adalah semua badan Yang cedera karena kelindes odong-odong tadi, kecuali kaki kanannya. Karena tabrakannya sangat keras, semua onderdil badan Yang rusak dan harus dioperasi, kecuali kakinya.
Seminggu berlalu, Yang sudah sembuh total. Namun, ada yang beda dengan badannya yang sekarang. Mukanya jadi lebih putih dan mulus. Badannya langsing, enggak gempal seperti dulu. Ternyata, ini semua karena onderdil muka dan semua badan Yang yang rusak karena kecelakaan tadi sudah diganti dengan yang baru. Sehingga muka dan badannya tampil lebih keren. Tapi sayang! karena hanya kaki kanannya yang enggak cidera dan tetap sehat, maka Pa Mahmud pun enggak mengoperasi kaki kanannya. Jadi, semua badan Yang berubah langsing kecuali kaki kanannya. Sekarang pun dia agak aneh kalo jalan. Akhirnya Yo dan Yang bisa mangkal seperti biasa. Tempat favorite mereka enggak berubah. Tetep Empang Kusir sebelah rumah Haji Toink!
 Yo seneng semuanya uda kembali normal, Yang seneng, Anak-anak seneng, Mpok Leha seneng, gue seneng, Syahrini juga seneng. YAAMPUN, Syahrini kok enggak pulang-pulang sih? Seneng ye gangguin tulisan orang, HAH? AWAS LUUU!!!





#Note: This is inspirated by @Kertasqosong and @rieyang91







Oga Herlino
Continue Reading...

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter