Gue duduk di sebuah kursi yang atasnya ditutupi tenda
besar. Gue perhatikan sekitar, ribuan kursi lainnya penuh dipadati para peserta
KKN. Gue berkumpul dengan anak-anak satu kelompok.
“Yang laen pada kemana?”
“Cowok-cowok lagi pada makan,” jawab Didi, sang ketua
kelompok KKN.
Kampret, ternyata mereka pada
mangkir. Kalo tahu gitu. Mending tadi gue santai aja berangkatnya.
Akhirnya gue duduk dengan wajah lesu, lebih lesu dari
penari amberegeul close up yang nyungsruk pas gagal kopral. Gue lesu karna
acara pelepasan KKN itu sungguh membosankan. Gue duduk dibarisan belakang,
sehingga apa yang diucapkan penceramah di depan enggak terdengar jelas. Yang ada
malah anak-anak cewek kelompok lain pada rempong ngobrol, ada yang ngobrolin
barang-barang apa ajah yang musti dibawa, ada yang ngobrolin gimana caranya
nyuci kancut pake mesin cuci, ada yang curhat kulitnya makin gosong padahal dia
rutin menenggak ekstrak kulit manggis. Belakangan gue dapet info ternyata tu
cewek hobbynya nongkrong di fly over siang-siang cuma pake tenktop.
“Ga, Heny duduk di situ tuh!” kata Ike sambil menepuk
gue dari belakang.
“Mana-mana?”
“Tuh!” Dari arah belakang tangan Ike muncul, menunjuk
ke tempat yang dia maksud.
“Oh itu.” Gue pun menemukan spot Heny. Dari kejauhan, heny melambaikan tangannya, sambil
menunjukan senyum yang merekah. Sepertinya dia kelihatan amat sangat bahagia
melihat gue.