Fenomena Bau Ketek

By: Nurul Prayoga Abdillah on 06:08

Share it Please

Tweet

Sebenarnya gue berat untuk menceritakan ini. Entah mengapa, rasanya kelu banget jari ini untuk mengetik. Seperti ada bisul di ujung jari-jari tangan gue. Semuanya jadi sulit untuk dikeluarkan. Mungkin gue butuh obat pencahar untuk mengeluarkan ini semua.

Setelah memberanikan diri untuk mengetik, gue pun bisa mengeluarkan apa yang pengen gue ceritakan. Jadi, ini adalah pengalaman absurd gue di kelas saat kuliah. Cerita ini gue alami di masa-masa awal menjadi mahasiswa.

Di pagi hari yang cerah itu, mengalahakan cerahnya wajah Gita Gutawa setelah pakai Pond’s White Beauty, gue melangkahkan kaki ke kampus sambil senyum-senyum sumringah. Namanya juga mahasiswa baru, gue begitu beresemangat dan menggelora, sehingga langkah kaki gue besar-besar dan cepat, kayak orang yang kebelet boker lagi nyari toilet.

Dengan gagah, gue melangkahkan langkah pertama gue sebagai mahasiswa ke luar rumah. Panas matahari saat itu enggak menyurutkan langkah kaki gue, palingan cuma bikin daerah di ketek gue jadi basah kuyup. Walaupun basah, gue tetap tenang karna enggak ada bau yang tercium, malahan wangi-wangi-seger gimana gitu. Ya iya lah ketek gue wangi, kan sebelum berangkat ngampus gue olesin dulu Rexona Men sampe habis ke ketek, belahan pantat, dan sela-sela kuku jari kaki.

Sesampainya di kampus, motor Supra Fit gue langsung diparkirkan dengan elegan di atas meja kantin. Sebelum memasuki kampus, gue periksa dulu keadaan diri gue. Baju sudah rapih, ketek sudah wangi (walau basah), selanjutnya gue arahkan pandangan ke arah kaca sepion motor gue. Ada sebuah wajah di situ. Bentuknya agak aneh dan tua. Setelah gue sadari, ternyata itu wajah gue!

Suasana kelas pagi itu sangat ramai. Melebihi ramainya pasar malem. Begitu duduk, gue masih merasa asing. Enggak ada satupun anak kelas yang gue kenal. Gue melihat ke sekeliling, temen-temen kelas lagi asik ngobrol dengan gerombolannya masing-masing. Sepertinya cuma gue yang enggak punya teman ngobrol. Mungkin ini disebabkan wajah gue yang aneh dan... tua. Saking karna kelihatan tua, orang-orang mungkin mengira gue sebagai dosennya. Lebih tepatnya dosen yang enggak dianggap. Hiks!

Di tengah lamunan gue karna gue sendirian tanpa teman berbincang itu, datanglah seorang lelaki. Entah mengapa filling gue sedikit berbeda. Lelaki ini mungkin telah diutus untuk menjadi teman gue berbincang di kelas pagi itu. Lelaki itu berjalan ke arah gue. Gerakannya menjadi slow motion, rambutnya terhempas angin, gue memandanginya dengan tatapan nanar, mata gue berkaca-kaca, kemudan muncul cahaya putih dibelakang lelaki itu. Gue senyum-senyum bahagia. Ini memang absurd, kali ini gue senyum karna seorang cowok. Semoga ini terahir kalinya gue senyum-senyum karna seorang cowok.

Duduk lah lelaki itu di sebelah gue. Dia diem. Gue juga diem. Kami malah saling diem. Kayak sepasang kekasih yang sedang berantem. Duh, bukannya kami saling berbincang seperti bayangan gue sebelumnya, yang ada mulut kami saling terkunci. Ah, alamat enggak punya teman ngobrol dah ini!

Senyum sumringah gue berubah jadi muka datar yang cenderung kusut. Enggak lama kemudian, gue mencium sesuatu yang familiar. Ini seperti bau matahari yang di-mix dengan bau... ehm... bau keringat. Persis seperti aroma mamang batagor keliling.

Jiwa gue menggelora dahsyat. Rasa penasaran merasuki diri gue. Seketika itu pun gue mengendus-endus dengan manisnya. Mencoba menemukan asal-muasal bau ketek ini. Sampai akhirnya hidung gue sampai ke selangkangan lelaki i... eh... maksudnya hidung gue sampai di ketek lelaki itu.

Deng...

Ternyata bau ketek ini berasal dari lelaki yang duduk di sebelah gue tadi. Lelaki yang gue tatap nanar tadi, yang gue kira bakal jadi teman ngobrol gue. Shit! Mata gue melirik keatas, mencioba melihat wajah lelaki itu. Untungnya dia enggak melihat gue. Dia sedang melihat ke belakang. Begitu dia hendak membalikan badannya menghadap gue, buru-buru gue kembali ke posisi semula.

Kampret! Hari pertama kuliah langsung disambut dengan aroma ketek teman sebelah yang baunya menyerupai mamang batagor. Padahal harapan gue bisa punya temen yang asik di kelas. Terutama temen-temen cewek. Syukur-syukur di hari pertama kuliah dapet gebetan. Tapi kenyataannya malah kampret gini!

Gue curiga, jangan-jangan teman sebelah gue itu memang pedagang batagor. Jangan-jangan dia kuliah sambil berjualan batagor di depan kampus. Bahkan berangkat kampus pun mungkin dia mengendarai gerobak batagornya. Semoga aja dia enggak punya niat dagang batagor beserta gerobaknya di dalam kelas. Bisa berabe!

Enggak ngerti dengan apa yang ada di kepala temen gue ini. Apa dia enggak sadar bahwa keteknya bau? Tapi enggak munngkin dia enggak tahu! Aromanya sungguh menyengat! Atau mungkin dia mengalami kelainan. Dia merasa bahagia dengan sensasi keteknya yang busuk. Tapi enggak mungkin!

Gue beruntung, sedari kecil sudah diperkenalkan oleh ibu dengan deodoran. Sedari kecil gue sudah mainin deodoran. Disaat anak-anak normal bermain mobil-mobilan, gue bermain ngegelindingin deodoran. Di saat anak-anak lain ngemut-ngemut permen, gue ngemut deodoran. Disaat anak-anak lain sehat, gue keracunan deodoran.

Gue percaya, ketek wangi gue ini enggak lain karna kerja keras ibu mendidik gue menggunakan deodoran. Mungkin kalo dulu ibu enggak memaksa gue ngemut-ngemut deodoran, pasti gue bakal bernasip seperti temen gue itu, bau ketek.

Akhirnya, demi terhindar dari ganasnya aroma ketek memabukkan temen gue itu, gue memutuskan untuk pindah tempat  duduk. Gue enggak mau setelah setengah jam menghirup dalam-dalam sensasi keteknya itu, gue jadi mabuk beneran. Muka gue merah, pikiran diluar kontrol, jalan sempoyongan, lalu teriak-teriak meracau di depan kelas sambil membuka satu-persatu pakaian. Jijik!

Alhasil, hari pertama kuliah, gue lalui dengan biasa ajah. Enggak punya teman akrab, dan gebetan juga belum ada. Jadi, satu-satunya hal yang luar biasa adalah... berhadapan dengan temen yang bau ketek. 

kebauan ketek