Seorang tentara sedang merunduk di balik tembok besar. Senjata laras panjangnya mengarah ke persimpangan jalan yang akan dilewati anggota militerku. Aku memerhatikannya dari balik lensa senapanku. Dari puncak gedung yang tak beratap ini aku siap membidiknya. Lobang tembok seukuran lima belas senti meter ini memungkinkanku untuk menembaknya sekaligus membuatku tak terlihat oleh musuh. Aku mengarahkan titik tembak ku tepat ke nadi lehernya. Tujuannya agar dia langsung mati. Sekali tembak, nadinya akan pecah. Dia akan kehabisan darah dan tewas dalam waktu lima menit.
Aku sengaja
membidik nadi lehernya, karna kepalanya dilindungi helm tembaga keras. Hanya senjata
berkaliber besar yang mampu menembus tengkorak kepalanya.
Aku masih dalam
posisis tengkurep. Bidikanku masih tak bergeser dari lehernya. Dari lensa
berpembesar 100 kali lipat ini aku melihat jelas lehernya yang mulai
berkeringat. Detak nadi lehernya terlihat bergerak cepat. Nadi yang sebentar
lagi akan putus oleh peluruku.
Tak banyak bagian
tubuhnya yang bisa ku tembak. Posisisnya agak sulit. Dia agak menyamping membelakangi
ku.
Aku akan
menembaknya begitu waktunya tepat. Jika terlalu cepat, regunya akan tahu karna
mendengar suara senapanku. Mereka akan menghampirinya lalu mencariku. Bisa dipastikan
aku akan habis dibunuh regunya bila aku tanpa back up. Aku akan menembaknya tepat
ketika reguku lewat di perlintasan. Mereka akan melindungiku.