Ketika di SMP, gue pernah bermasalah
dengan guru Bahasa Inggris, Pak Rija namanya. Masalah yang sering gue perbuat
adalah kedisiplinan rambut. Saat SMP, gue sering membandel dengan membiarkan
rambut gue tumbuh gondrong enggak beraturan. Hal itu bertentangan dengan
peraturan sekolah yang mengharuskan muridnya berambut rapih. Gue sempet kesel. Hal
itu ngebuat gue enggak leluasa. Entah kenapa gue selalu males cukur rambut.
Terlebih rambut gue ini cepet banget tumbuhnya. Kalo diibaratkan tanaman,
mungkin rambut gue ini seperti tanaman hybrida yang cepet pertumbuhannya. Karna
males potong rambut dan pertumbuhan rambut gue yang cepet inilah gue jadi
sering bermasalah.
Gue sering kena rajia rambut di SMP.
Enggak tanggung-tanggung, kadang hampir semua anak cowok dikelas gue juga
dicukur paksa di kelas. Banyak diantara mereka dicukur bukan karna rambut yang
gondrong, tapi karna gaya rambut mereka yang enggak manusiawi. Saat itu lagi trend-nya gaya rambut Mowhak. Gaya rambut Mowhak tu begini: jadi rambut di bagian tengah kepala, dari depan
ke belakang, berukuran panjang. Sedangkan rambut yang berada disamping kanan-kiri
kepala, dekat dengan telinga, berukuran pendek. Emang sih menurut mereka itu
keren. Tapi gue ngeliatnya malah lebih mirip dengan rambut yang berada di pundak
kuda. Jadi, gue kadang susah ngebedain antara kuda dengan orang yang berambut Mowhak.
Kebiasaan gue berlanjut ketika di SMA.
Gue masih aja males dengan yang namanya potong rambut. Sebenernya alesan laen
gue jarang motong rambut karna gue pengin manjangin pony. Iya, gue tau ini terdengar menjijikan. Seorang cowok yang
berponi itu ibarat cewek yang berjenggot, mengerikan! Bukan, bukan! Alesan gue
ber-pony bukan karna pengin keliatan
mirip dengan Andika Kangen Band, tapi lebih kepada tuntutan, Iyah, tuntutan
jidat gue yang agak luas untuk ukuran jidat manusia. Gue sering enggak PD
dengan ukuran penampang jidat gue. Karna itulah gue memaksakan diri dengan
berusaha manjangin poni, walaupun gue sebenarnya risih kalo ada rambut nutupin
jidat gue. Dan karna poni maksa gue itu, akhirnya gue kena rajia rambut juga di
SMA.
Gue inget banget dengan guru yang
mencukur gue itu. Namanya Pak Ruslan. Dia sosok yang tegas dan bersuara
lantang. Satu yang mencolok dari dirinya adalah kepalanya yang mulai botak. Ketika
lo berhadapan dengan dia, lo enggak bakal ngerasain apapun. Tapi ketika dia
berbalik, lo pasti akan tercengang ngeliat bagian kepala belakangnya yang
botak.
Setelah lulus SMA, gue berencana untuk
meneruskan study gue ke salah satu
universitas swasta di Cirebon. Setahu gue, lingkungan kuliah bakal beda banget
dengan lingkungan sekolah menengah. Perbedaan yang paling umum adalah
kebebasan. Kita semua tau bahwa ketika kuliah itu bakal terasa bebas sekali,
baik dari pakaian, jam belajarnya, sampai potongan rambut pun enggak ada
aturannya. Nah, ini kesempatan gue buat memanjangkan rambut, kesempatan untuk
melampiaskan ekspresi diri yang selama ini terpendam dan tertutupi oleh
keadaan. Ini lah saatnya gue merdeka. Merdeka dari penjajahan kebebasan rambut oleh
guru-guru gue ketika di sekolah menengah. MERDEKA! ALLAHUAKBAR!
Garing yah? Yodah lah, pura-pura ketawa
aja ya!
Berhubung ketika SMA gue senang sekali menggambar,
jadi gue melanjutkan study di jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris. Bakal jadi calon guru gitu deh. Entah apa
hubungannya menggambar dengan Bahasa Inggris dan guru!
Dugaan awal gue bahwa kuliah itu
segala-galanya bebas ternyata salah. Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Bahasa Inggris ini ada peraturan yang mengharuskan mahasiswanya berpakaian
rapih. Penampilan rapih tersebut layaknya seorang guru: menggunakan kemeja plus
celana bahan, bersepatu pantofel, dan yang paling sadis adalah HARUS BERAMBUT
RAPIH. Errgg, kesel juga gue. Padahal sebelumnya gue suda ngebayangin betapa
bebas dan kerennya seorang mashasiswa: baju kaos, celana jeans, dan yang paling
keren, rambut gondrong!
Dari awal masuk kuliah, gue sudah dikenalkan
dan diarahkan oleh dosen-dosen agar selalu berpenampilan rapih seperti yang
disebut diatas. Terkadang dosen-dosen enggak nerima kalo dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM) ada mahasiswanya yang berpenampilan enggak rapih. Kalo dosennya
baik, ya palingan cuma ditegur dan besok-besok harus pake pakean yang rapih.
Tapi, kalo dosennya enggak berperikemahasiswaan, biasanya dia langsung ngusir
mahasiswa tersebut dan mencoret nama tu mahasiswa dari daftar absensi hari itu.
Sadis!
Pernah suatu hari ada temen gue, cewek,
yang menggunakan celana jeans ketat ketika KBM. Gue inget saat itu sedang mata
kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Dan akhirnya yang dosen lakukan adalah
mengusir temen gue itu dengan muka sangar dan mencoret namanya dari daftar
absesnsi. Tragis!
Ada juga temen gue yang menggunakan
sepatu-sendal ketika KBM. Harusnya dia menggunakan sepatu pantopel, atau se-enggaknya
menggunakan sepatu yang tertutup dari bagian depan kaki sampe ke tumit.
Dosen gue itu memang teliti. Iya, matanya
jeli sampai-sampai sepatu mahasiswanya pun bisa dia liat. Gue curiga, jangan-jangan
mata dosen tersebut seperti bunglon, bisa berputar 360 derajat ke arah yang
berlainan sehingga sepatu yang letaknya dibawah pun bisa terlihat jelas. Jadi,
mata sebelah kanan si dosen fokus menatap wajah para mahasiswanya dikelas,
sedangkan mata sebelah kirinya sibuk berputar-putar 360 derajat sambil melihat-lihat
ke tiap kolong kursi, apakah ada mahasiswa yang enggak menggunakan sepatu pantofel.
Nah, untungnya dosen gue itu enggak begitu
sadis dengan menyuruh temen gue keluar, tapi dosen gue itu meminta temen gue
untuk mengganti sendalnya dengan sepatu tertutup. Alhasil temen gue sibuk keliling
ke tiap kelas untuk meminjam sepatu. Kesian!
Dikampus gue, untuk aturan berpakean mahasiswanya
memang ketat. Tapi, masih ada kelonggaran dengan aturan rambut. Fyuh, itu
ngebawa angin segar tersendiri buat gue. Untuk mahasiswa tingkat satu dan dua,
berpenampilan gondrong itu enggak masalah, yang penting jangan sampe gondrong di
waktu yang enggak tepat, misal: gondrong ketika waktu UTS, atau gondrong ketika
sedang UAS. Sedangkan untuk mahasiswa tingkat tiga dan empat suda enggak ada
lagi toleransi. Mereka mutlak harus berpenampilan layaknya guru, enggak ada
lagi rambut gondrong!
Berhubung gue ini masih tingkat dua,
jadi gue masih punya kesempatan buat manjangin rambut. Akhirnya dengan gembira
gue memanjangkan rambut gue. Dengan berhasil selama enam bulan gue enggak
pernah nyukur rambut. Penasaran sama rambut gondrong gue? Penasaran sama muka
ganteng gue? Penasaran sama jenis kelamin gue? Okeh, ini gue perlihatkan:
Bisa diliat bukan, betapa kerennya gue!
Lihatlah dengan cermat rambut ikal gue yang indah itu, gaya rambut belah
pinggir gue yang mempesona itu, dan jangan lupakan penampang jidat yang lebar
itu.
Perlu lo tau, untuk berpenampilan
gondrong itu enggak gampang. Selalu aja ada hal yang menjadi cobaan buat
orang-orang berambut gondrong. Banyak orang yang enggak suka lah, banyak orang yang
mengejek lah, bahkan ada beberapa kasus yang karna si cowok berambut gondrong, lalu
pacarnya enggak suka dan kemudian berakhir putus. Mengenaskan! Intinya, rambut
gondrong itu banyak cobaannya.
Cobaan yang gue temui ketika berambut
gondrong itu macem-macem:
1.
Gue Keliatan Lebih Jelek.
Cukup
mengecewakan memang, di saat gue ngerasa keren dan ganteng banget dengan rambut
gondrong, eh ternyata yang orang laen liat enggak seperti yang gue bayangkan.
Banyak
orang-orang disekitar gue yang bilang bahwa rambut gondrong gue ini enggak
pantes buat gue. Misalnya aja sepupu gue. Dia nyuruh gue buat motong rambut,
katanya jelek kalo rambutnya panjang. Terus bapak gue juga memprotes. Tapi
bapak enggak perotes keras, bapak cuma nanya kenapa gue memanjangkan rambut.
Dan gue tau, maksud dari pertanyaan itu, beliau juga nyuruh gue motong rambut.
Tapi, dari
sekian banyak orang yang enggak setuju gue memanjangkan rambut, cuma ibu yang
bilang bahwa rambut gondrong gue ini bagus. Wehehe, luar biasa. Gue pernah
nanya ke beliau,
‘Bu, rambut Yoga
bagus enggak?’
‘Iyah, bagus J’
ibu sambil senyum. ‘Keriting bergelombang kayak dari salon’ sambung ibu. Ya,
itu lah ibu, selalu ngedukung gue dalam hal apapun. Maksudnya dalam hal apapun
yang positif tentunya. Ibu adalah orang yang selalu mengajak gue berimajenasi
setinggi-tingginya. Semua dorongan dari ibu, semua imajenasi-imajenasi tinggi
ibu, ngebuat gue menjadi lebih optimis. Yup, salah satunya tentang rambut ini.
2.
Muka Gue Jadi Lebih Berantakan.
Selaen jelek,
gue jadi keliatan berantakan, ruwet, dan enggak banget. Suatu saat gue akan
melaksanakan solat Ashar di musola kampus. Rencananya saat itu gue mau
berjamaah dengan Widiya, temen kelas gue. Seperti biasa, sebelum solat gue
sempatakan wudhu. Ketika berwudu, gue membasuh semua rambut kepala gue. Gue
membasuh dari rambut bagian depan, sampe rambut bagian belakang, terus tanpa
jeda balik lagi ke rambut depan, lalu turun dan nyambung ke bulu ketek. Nah,
karna gerakan membasuh gue yang brutal itu, jadinya rambut gue berantakan.
Sesudah wudhu akhrinya gue membereskan rambut gue dengan sisir yang gue bawa
dari rumah. Iyah, semenjak rambut gue gondrong, sisir menjadi kebutuhan primer
buat gue dan harus dibawa kemanapun gue pergi.
Ketika gue
membereskan rambut di depan kaca, gue sempet bertanya dengan PD-nya ke Widiya,
‘Wi, ganteng
enggak?’ kata gue dengan sok.
Lalu Widiya
malah senyum-senyum gitu. Dalem hati gue mikir pasti dia bakal jawab, ‘Banget!’
‘Wi?’ kata gue
lagi.
‘Hihi. Menurut Wi,
cowok berambut gondrong itu selalu keliatan berantakan’ Jleb!
‘…’ gue membisu.
Akhirnya dari
percakapan maha-jleb diatas, gue bisa menarik kesimpulan bahwa gue terlihat
berantakan dan enggak ganteng ketika berambut gondrong.
3.
Terlihat Lebih Tua Dari Umurnya.
Percaya atau
enggak, rambut gondrong itu ngebuat sebuah fatamorgana di muka gue. Muka
baby-face (muka imut) gue ini jadi enggak keliatan karna dibalut dengan rambut
kepala gue yang gondrong. Yang ada, muka gue berubah jadi muka daddy-face (muka
bapak-bapak).
Ada sebuah
kejadian yang jleb yang pernah gue alami. Suatu hari gue sedang membagikan
surat undangan kegiatan kampus ke tiap-tiap ketua kelas (KM) dari tingkat satu,
dua, dan tiga. Saat itu gue bertemu dengan salah-satu KM dari anak tingkat tiga,
cewek orangnya. Saat itu tanpa basa-basi gue langsung menyerahkan surat
undangan tersebut. Kemudian setelah memberikan surat, gue pamit pergi untuk
menyebarkan surat-surat laennya. Tapi, sesaat sebelum gue pergi, si Mba itu
nanya ke gue,
‘Mas?’ kata si
Mba.
‘Ya, Mba?’ kata
gue.
‘Mas mahasiswa tingkat
empat, yah? Tanya si Mba tanpa dosa.
‘Hah? Ee…’ gue
gagu, enggak tau harus jawab apa, tiba-tiba keringat berkucuran deras, dan
perut gue mulas.
Selain mba-mba
tanpa dosa itu, temen gue juga, Ulul namanya, mengungkapkan hal yang sama.
‘Kalo bole jujur
ya….’ kata Ulul.
‘Iya, gimana?’ gue
menanggapi.
‘Kalo gondrong,
kamu KELIATAN LEBIH TUA DARI UMURNYA’
‘Hm, ya ya’ gue
sambil manggut-manggut, sesekali membenturkan kepala ke ubin.
Hikmah yang gue dapet adalah, ternyata model
rambut mempengaruhi usia wajah anda. Jadi, buat lo yang enggak siap tampak tua,
hindarilah rambut gondrong!
4.
Diancem Dosen.
Dari awal sebenernya
dosen-dosen sudah banyak yang negur gue. Cuman ya teguran mereka cuma
teguran-teguran ringan gitu. Mereka cuma bilang, ‘Kok ramburnya gondrong?’,
atau ‘Kamu kalo bisa dicukur ya rambutnya, biar lebih rapih!’. Tapi berhubung kemauan
gue untuk memanjangkan rambut lebih besar, jadi gue abaikan semua kata-kata
dosen gue itu. Ya gue acuh aja. Selama masih tingkat dua, dan selama gue rajin
masuk kuliah, gue rasa enggak bakal jadi masalah.
Walopun semakin hari
gue semakin sering ditegur dosen, tapi semua tetap berjalan baik-baik aja,
sampe akhirnya gue mendapatkan teguran yang mengancam keselamatan jiwa. Teguran
yang ngerubah segalanya.
Sebut saja Bu Susi
Supriyadi. Atau gue lebih senang memanggilnya ‘Bu Susu’. Bu Susu adalah dosen
yang extrim, dari ekspresinya, tatapannya, sampe cara bicaranya. Ekspresi Bu
Susu sangat dingin. Suatu saat gue berpapasan dengan dia. Sebagai mahasiswa
yang baik dan merasa ganteng, gue pun senyum dan menyapa Bu Susu. Tapi, yang
ada Bu Susu menunjukan muka datar. Enggak ada sama-sekali senyum balik dari dia
ke gue. Terus, tatapan matanya juga dingin, kosong, dan bagian berwarna hitam
di bola matanya berpusat ke tengah (itu juling kan yah?).
Suatu saat gue sedang
mengikuti jam matakuliah Bu Susu. Lalu, sesaat sebelum jam berakhir, dia sempet
negur gue dan bilang, ‘Cut your hair! If
you don’t, you will not allowed for mid-test’ kalo diterjemahkan jadinya
begini, ‘Potong tuh rambut! Kalo enggak, lo enggak bisa ikut UTS!’ mendengar pernyataan
itu, gue langsung keringet dingin. Gue cuma bisa manggut-manggut dihadapan Bu
Susu, gue pasrah, kejantanan gue hilang.
Akhirnya tepat di hari
ujian matakuliah Bu Susu, gue sempetin potong rambut dulu pagi harinya. Untuk
urusan muka gue keliatan jelek, atau lebih keliatan berantakan, bahkan muka gue
keliatan lebih tua, itu semua enggak masalah. Tapi, kalo uda diancem Bu Susu,
gue nyerah! Gue enggak mau kalo cuma karna rambut panjang, gue jadi enggak
dibolehin ikut ujian matakuliahnya Bu Susu. Bisa-bisa masa depan gue
tergadaikan. Gimana coba kalo gue mempertahankan rambut gondrong gue, kemudian
ketika ujian matakuliah Bu Susu, gue diusir dari ruang ujian. Kalo uda gitu, gue
bisa enggak dapet nilai, lalu bisa-bisa gue enggak lulus MK itu dan harus
ngulang lagi tahun depan. Kan suram itu!
So,
beginilah penampakan muka baru gue sesudah potong rambut:
Terlihat
ganteng? Terlihat rapih dan fresh?
Terlihat lebih muda? Wahaha, itu benar! Setelah gue cukur rambut, kehidupan gue
berubah drastis. Ekspresi orang skitar gue juga berubah. Sebelumnya dosen
sering negur gue, bahkan ada salah satu dosen yang ngeledek dengan bilang gue
mirip Roma Irama. Tapi, gue cuma bisa cengar-cengir doang. Mungkin dosen itu
belum ngeliat gue lebih dalam. Dia seberani itu ngasih statement bahwa gue
mirip Roma Irama, hanya karna rambut gondong gue. Sesungguhnya ada satu hal
yang dilupain tu dosen. Iyah, bulu dada! Gue ini enggak punya bulu dada seperti
Roma Irama. Jadi, kurang tepat rasanya kalo gue dibilang mirip Bang Haji.
Selain dosen, ekspresi
cewek-cewek yang ngelihat gue juga berubah. Biasanya ketika gue gondrong,
setiap cewek yang ngeliat gue, pasti mata mereka langsung berair, kalo enggak,
ya palingan mengalami kerontokan bulu mata sementara. Tapi semua itu berubah.
Sekarang ketika cewek melihat gue, mata mereka berbinar-binar, bercahaya, dan
lama-kelamaan mata mereka mengalami disposisi sesaat.
Well, intinya
sekarang gue merasa lebih baik setelah cukur rambut. Bukan cuma kepala yang
ringan, tapi pikiran, perasaan, dan kehidupan gue juga lebih ringan. Tapi walopun
begitu, gue tetep enggak menyesali gaya rambut gondrong. Gue suka, kok,
berambut gondrong. Karna dengan gondrong, gue ngerasa bisa berekspresi lebih.
amankan pertamax
ReplyDelete(sebelum kedahuluan rynem)
*komentarnya besok ya bang, saya udah mau tidur hahaha
INI UDA KOMEN!!!!
Deletedangklek rico meneh sing entuk
DeleteLebih bersih yang bawah :D
ReplyDeleteHidup disiplin hair cut singkirkan pegondrongan.
DeleteManfaat cukur rambut itu menghemat shampooo juga lo Mas tinggal di potong lebih pendek lagi :D
tenanng aje, gue enggak perluu beli sampo tiap mau shampoan, gue cukup ngegerus batu bata, dan gue pake tu buat keramas. hemat!
Deleterambut yang kondrong itu mirip iklan rokok, dan rambut yang tidak gondrong itu mirip iklan pencuci wajah hahaha
ReplyDeleteHaha, bodo amatlah. Yang penti gue suda merasa ganteng! wahaha!
Deletetapi yang pencuci rokok ada loh mau? BOTAK hahaha
Deletekurang pendek masbro.. :D
ReplyDeleteuda pas menurut gue. kalo kependekan jadi kurang ganteng. Itu sudah klimaks!
DeleteBotakin aja sekalian..
ReplyDeleteBiar berasa jadi mahasiswa baru yang habis di OSPEK..
Hihi
Haha, jangan ah. Ntar dikira tuyul negro masuk kampus lagi!
Deletejangan jangan foto yang bawah di edit dulu ya -___-"
ReplyDelete*gak terima haha
wehehe, enggak kok.
ReplyDeletebeda banget bang, yang atas keliatan serem n tanpa senyuman,,, la dalah, habis potong rambut langsung *clingg senyumannya keliatan *upss
ReplyDeleteGue juga sering banget kena rajia rambut waktu SMP dan SMA sop, tapi alhamdulillah waktu gue kuliah sekarang cuma kena razia jenggot :))
ReplyDeleteHahaha
Kalau mengikuti gaya emang susah sop,yg pasti menyimpang dari aturan,yang pasti kena teguran :))
Hahaha
gue juga dulu pernah kena potong terus sama guru, gara-gara gue selalu gondrong waktu SMA. tapi pas ngeliat andika ekskangen band langsung gue cukuran. Malu gue.
ReplyDeletehaha, itu aib.
Deletealhamdulillah rambut gw blum pernah kna ptong pas jaman SMA (ya iyalah,skolah pke jilbab,gmn bsa diptong..)hihi
ReplyDeletegondrongnya besok-besok aja kalo udah sukses...hahah
ReplyDeleteemang kalo uda sukses gimana tu, Bo?
ReplyDeleteBisa keliatan ganteng enggak kalo gue ngegondrongin rambut ketika sudah sukses nanti?