Sunday, 11 November 2012

Bye-bye My Hair

Share it Please
 
            Ketika di SMP, gue pernah bermasalah dengan guru Bahasa Inggris, Pak Rija namanya. Masalah yang sering gue perbuat adalah kedisiplinan rambut. Saat SMP, gue sering membandel dengan membiarkan rambut gue tumbuh gondrong enggak beraturan. Hal itu bertentangan dengan peraturan sekolah yang mengharuskan muridnya berambut rapih. Gue sempet kesel. Hal itu ngebuat gue enggak leluasa. Entah kenapa gue selalu males cukur rambut. Terlebih rambut gue ini cepet banget tumbuhnya. Kalo diibaratkan tanaman, mungkin rambut gue ini seperti tanaman hybrida yang cepet pertumbuhannya. Karna males potong rambut dan pertumbuhan rambut gue yang cepet inilah gue jadi sering bermasalah.
Gue sering kena rajia rambut di SMP. Enggak tanggung-tanggung, kadang hampir semua anak cowok dikelas gue juga dicukur paksa di kelas. Banyak diantara mereka dicukur bukan karna rambut yang gondrong, tapi karna gaya rambut mereka yang enggak manusiawi. Saat itu lagi trend-nya gaya rambut Mowhak. Gaya rambut Mowhak tu begini: jadi rambut di bagian tengah kepala, dari depan ke belakang, berukuran panjang. Sedangkan rambut yang berada disamping kanan-kiri kepala, dekat dengan telinga, berukuran pendek. Emang sih menurut mereka itu keren. Tapi gue ngeliatnya malah lebih mirip dengan rambut yang berada di pundak kuda. Jadi, gue kadang susah ngebedain antara kuda dengan orang yang berambut Mowhak
Kebiasaan gue berlanjut ketika di SMA. Gue masih aja males dengan yang namanya potong rambut. Sebenernya alesan laen gue jarang motong rambut karna gue pengin manjangin pony. Iya, gue tau ini terdengar menjijikan. Seorang cowok yang berponi itu ibarat cewek yang berjenggot, mengerikan! Bukan, bukan! Alesan gue ber-pony bukan karna pengin keliatan mirip dengan Andika Kangen Band, tapi lebih kepada tuntutan, Iyah, tuntutan jidat gue yang agak luas untuk ukuran jidat manusia. Gue sering enggak PD dengan ukuran penampang jidat gue. Karna itulah gue memaksakan diri dengan berusaha manjangin poni, walaupun gue sebenarnya risih kalo ada rambut nutupin jidat gue. Dan karna poni maksa gue itu, akhirnya gue kena rajia rambut juga di SMA.
Gue inget banget dengan guru yang mencukur gue itu. Namanya Pak Ruslan. Dia sosok yang tegas dan bersuara lantang. Satu yang mencolok dari dirinya adalah kepalanya yang mulai botak. Ketika lo berhadapan dengan dia, lo enggak bakal ngerasain apapun. Tapi ketika dia berbalik, lo pasti akan tercengang ngeliat bagian kepala belakangnya yang botak.
Setelah lulus SMA, gue berencana untuk meneruskan study gue ke salah satu universitas swasta di Cirebon. Setahu gue, lingkungan kuliah bakal beda banget dengan lingkungan sekolah menengah. Perbedaan yang paling umum adalah kebebasan. Kita semua tau bahwa ketika kuliah itu bakal terasa bebas sekali, baik dari pakaian, jam belajarnya, sampai potongan rambut pun enggak ada aturannya. Nah, ini kesempatan gue buat memanjangkan rambut, kesempatan untuk melampiaskan ekspresi diri yang selama ini terpendam dan tertutupi oleh keadaan. Ini lah saatnya gue merdeka. Merdeka dari penjajahan kebebasan rambut oleh guru-guru gue ketika di sekolah menengah. MERDEKA! ALLAHUAKBAR!
Garing yah? Yodah lah, pura-pura ketawa aja ya!
Berhubung ketika SMA gue senang sekali menggambar, jadi gue melanjutkan study di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Bakal jadi calon guru gitu deh. Entah apa hubungannya menggambar dengan Bahasa Inggris dan guru!
Dugaan awal gue bahwa kuliah itu segala-galanya bebas ternyata salah. Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris ini ada peraturan yang mengharuskan mahasiswanya berpakaian rapih. Penampilan rapih tersebut layaknya seorang guru: menggunakan kemeja plus celana bahan, bersepatu pantofel, dan yang paling sadis adalah HARUS BERAMBUT RAPIH. Errgg, kesel juga gue. Padahal sebelumnya gue suda ngebayangin betapa bebas dan kerennya seorang mashasiswa: baju kaos, celana jeans, dan yang paling keren, rambut gondrong!
Dari awal masuk kuliah, gue sudah dikenalkan dan diarahkan oleh dosen-dosen agar selalu berpenampilan rapih seperti yang disebut diatas. Terkadang dosen-dosen enggak nerima kalo dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) ada mahasiswanya yang berpenampilan enggak rapih. Kalo dosennya baik, ya palingan cuma ditegur dan besok-besok harus pake pakean yang rapih. Tapi, kalo dosennya enggak berperikemahasiswaan, biasanya dia langsung ngusir mahasiswa tersebut dan mencoret nama tu mahasiswa dari daftar absensi hari itu. Sadis!
Pernah suatu hari ada temen gue, cewek, yang menggunakan celana jeans ketat ketika KBM. Gue inget saat itu sedang mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Dan akhirnya yang dosen lakukan adalah mengusir temen gue itu dengan muka sangar dan mencoret namanya dari daftar absesnsi. Tragis!
Ada juga temen gue yang menggunakan sepatu-sendal ketika KBM. Harusnya dia menggunakan sepatu pantopel, atau se-enggaknya menggunakan sepatu yang tertutup dari bagian depan kaki sampe ke tumit.
Dosen gue itu memang teliti. Iya, matanya jeli sampai-sampai sepatu mahasiswanya pun bisa dia liat. Gue curiga, jangan-jangan mata dosen tersebut seperti bunglon, bisa berputar 360 derajat ke arah yang berlainan sehingga sepatu yang letaknya dibawah pun bisa terlihat jelas. Jadi, mata sebelah kanan si dosen fokus menatap wajah para mahasiswanya dikelas, sedangkan mata sebelah kirinya sibuk berputar-putar 360 derajat sambil melihat-lihat ke tiap kolong kursi, apakah ada mahasiswa yang enggak menggunakan sepatu pantofel.
Nah, untungnya dosen gue itu enggak begitu sadis dengan menyuruh temen gue keluar, tapi dosen gue itu meminta temen gue untuk mengganti sendalnya dengan sepatu tertutup. Alhasil temen gue sibuk keliling ke tiap kelas untuk meminjam sepatu. Kesian!
Dikampus gue, untuk aturan berpakean mahasiswanya memang ketat. Tapi, masih ada kelonggaran dengan aturan rambut. Fyuh, itu ngebawa angin segar tersendiri buat gue. Untuk mahasiswa tingkat satu dan dua, berpenampilan gondrong itu enggak masalah, yang penting jangan sampe gondrong di waktu yang enggak tepat, misal: gondrong ketika waktu UTS, atau gondrong ketika sedang UAS. Sedangkan untuk mahasiswa tingkat tiga dan empat suda enggak ada lagi toleransi. Mereka mutlak harus berpenampilan layaknya guru, enggak ada lagi rambut gondrong!
Berhubung gue ini masih tingkat dua, jadi gue masih punya kesempatan buat manjangin rambut. Akhirnya dengan gembira gue memanjangkan rambut gue. Dengan berhasil selama enam bulan gue enggak pernah nyukur rambut. Penasaran sama rambut gondrong gue? Penasaran sama muka ganteng gue? Penasaran sama jenis kelamin gue? Okeh, ini gue perlihatkan:


Bisa diliat bukan, betapa kerennya gue! Lihatlah dengan cermat rambut ikal gue yang indah itu, gaya rambut belah pinggir gue yang mempesona itu, dan jangan lupakan penampang jidat yang lebar itu.
Perlu lo tau, untuk berpenampilan gondrong itu enggak gampang. Selalu aja ada hal yang menjadi cobaan buat orang-orang berambut gondrong. Banyak orang yang enggak suka lah, banyak orang yang mengejek lah, bahkan ada beberapa kasus yang karna si cowok berambut gondrong, lalu pacarnya enggak suka dan kemudian berakhir putus. Mengenaskan! Intinya, rambut gondrong itu banyak cobaannya.
Cobaan yang gue temui ketika berambut gondrong itu macem-macem:
1.                  Gue Keliatan Lebih Jelek.
Cukup mengecewakan memang, di saat gue ngerasa keren dan ganteng banget dengan rambut gondrong, eh ternyata yang orang laen liat enggak seperti yang gue bayangkan.
Banyak orang-orang disekitar gue yang bilang bahwa rambut gondrong gue ini enggak pantes buat gue. Misalnya aja sepupu gue. Dia nyuruh gue buat motong rambut, katanya jelek kalo rambutnya panjang. Terus bapak gue juga memprotes. Tapi bapak enggak perotes keras, bapak cuma nanya kenapa gue memanjangkan rambut. Dan gue tau, maksud dari pertanyaan itu, beliau juga nyuruh gue motong rambut.
Tapi, dari sekian banyak orang yang enggak setuju gue memanjangkan rambut, cuma ibu yang bilang bahwa rambut gondrong gue ini bagus. Wehehe, luar biasa. Gue pernah nanya ke beliau,
‘Bu, rambut Yoga bagus enggak?’
‘Iyah, bagus J’ ibu sambil senyum. ‘Keriting bergelombang kayak dari salon’ sambung ibu. Ya, itu lah ibu, selalu ngedukung gue dalam hal apapun. Maksudnya dalam hal apapun yang positif tentunya. Ibu adalah orang yang selalu mengajak gue berimajenasi setinggi-tingginya. Semua dorongan dari ibu, semua imajenasi-imajenasi tinggi ibu, ngebuat gue menjadi lebih optimis. Yup, salah satunya tentang rambut ini.

2.                  Muka Gue Jadi Lebih Berantakan.
Selaen jelek, gue jadi keliatan berantakan, ruwet, dan enggak banget. Suatu saat gue akan melaksanakan solat Ashar di musola kampus. Rencananya saat itu gue mau berjamaah dengan Widiya, temen kelas gue. Seperti biasa, sebelum solat gue sempatakan wudhu. Ketika berwudu, gue membasuh semua rambut kepala gue. Gue membasuh dari rambut bagian depan, sampe rambut bagian belakang, terus tanpa jeda balik lagi ke rambut depan, lalu turun dan nyambung ke bulu ketek. Nah, karna gerakan membasuh gue yang brutal itu, jadinya rambut gue berantakan. Sesudah wudhu akhrinya gue membereskan rambut gue dengan sisir yang gue bawa dari rumah. Iyah, semenjak rambut gue gondrong, sisir menjadi kebutuhan primer buat gue dan harus dibawa kemanapun gue pergi.
Ketika gue membereskan rambut di depan kaca, gue sempet bertanya dengan PD-nya ke Widiya,
‘Wi, ganteng enggak?’ kata gue dengan sok.
Lalu Widiya malah senyum-senyum gitu. Dalem hati gue mikir pasti dia bakal jawab, ‘Banget!’
‘Wi?’ kata gue lagi.
‘Hihi. Menurut Wi, cowok berambut gondrong itu selalu keliatan berantakan’ Jleb!
‘…’ gue membisu.
Akhirnya dari percakapan maha-jleb diatas, gue bisa menarik kesimpulan bahwa gue terlihat berantakan dan enggak ganteng ketika berambut gondrong.

3.                  Terlihat Lebih Tua Dari Umurnya.
Percaya atau enggak, rambut gondrong itu ngebuat sebuah fatamorgana di muka gue. Muka baby-face (muka imut) gue ini jadi enggak keliatan karna dibalut dengan rambut kepala gue yang gondrong. Yang ada, muka gue berubah jadi muka daddy-face (muka bapak-bapak).
Ada sebuah kejadian yang jleb yang pernah gue alami. Suatu hari gue sedang membagikan surat undangan kegiatan kampus ke tiap-tiap ketua kelas (KM) dari tingkat satu, dua, dan tiga. Saat itu gue bertemu dengan salah-satu KM dari anak tingkat tiga, cewek orangnya. Saat itu tanpa basa-basi gue langsung menyerahkan surat undangan tersebut. Kemudian setelah memberikan surat, gue pamit pergi untuk menyebarkan surat-surat laennya. Tapi, sesaat sebelum gue pergi, si Mba itu nanya ke gue,
‘Mas?’ kata si Mba.
‘Ya, Mba?’ kata gue.
‘Mas mahasiswa tingkat empat, yah? Tanya si Mba tanpa dosa.
‘Hah? Ee…’ gue gagu, enggak tau harus jawab apa, tiba-tiba keringat berkucuran deras, dan perut gue mulas.
Selain mba-mba tanpa dosa itu, temen gue juga, Ulul namanya, mengungkapkan hal yang sama.
‘Kalo bole jujur ya….’ kata Ulul.
‘Iya, gimana?’ gue menanggapi.
‘Kalo gondrong, kamu KELIATAN LEBIH TUA DARI UMURNYA’
‘Hm, ya ya’ gue sambil manggut-manggut, sesekali membenturkan kepala ke ubin.
 Hikmah yang gue dapet adalah, ternyata model rambut mempengaruhi usia wajah anda. Jadi, buat lo yang enggak siap tampak tua, hindarilah rambut gondrong!

4.                  Diancem Dosen.
Dari awal sebenernya dosen-dosen sudah banyak yang negur gue. Cuman ya teguran mereka cuma teguran-teguran ringan gitu. Mereka cuma bilang, ‘Kok ramburnya gondrong?’, atau ‘Kamu kalo bisa dicukur ya rambutnya, biar lebih rapih!’. Tapi berhubung kemauan gue untuk memanjangkan rambut lebih besar, jadi gue abaikan semua kata-kata dosen gue itu. Ya gue acuh aja. Selama masih tingkat dua, dan selama gue rajin masuk kuliah, gue rasa enggak bakal jadi masalah.
Walopun semakin hari gue semakin sering ditegur dosen, tapi semua tetap berjalan baik-baik aja, sampe akhirnya gue mendapatkan teguran yang mengancam keselamatan jiwa. Teguran yang ngerubah segalanya.
Sebut saja Bu Susi Supriyadi. Atau gue lebih senang memanggilnya ‘Bu Susu’. Bu Susu adalah dosen yang extrim, dari ekspresinya, tatapannya, sampe cara bicaranya. Ekspresi Bu Susu sangat dingin. Suatu saat gue berpapasan dengan dia. Sebagai mahasiswa yang baik dan merasa ganteng, gue pun senyum dan menyapa Bu Susu. Tapi, yang ada Bu Susu menunjukan muka datar. Enggak ada sama-sekali senyum balik dari dia ke gue. Terus, tatapan matanya juga dingin, kosong, dan bagian berwarna hitam di bola matanya berpusat ke tengah (itu juling kan yah?).
Suatu saat gue sedang mengikuti jam matakuliah Bu Susu. Lalu, sesaat sebelum jam berakhir, dia sempet negur gue dan bilang, ‘Cut your hair! If you don’t, you will not allowed for mid-test’ kalo diterjemahkan jadinya begini, ‘Potong tuh rambut! Kalo enggak, lo enggak bisa ikut UTS!’ mendengar pernyataan itu, gue langsung keringet dingin. Gue cuma bisa manggut-manggut dihadapan Bu Susu, gue pasrah, kejantanan gue hilang.
Akhirnya tepat di hari ujian matakuliah Bu Susu, gue sempetin potong rambut dulu pagi harinya. Untuk urusan muka gue keliatan jelek, atau lebih keliatan berantakan, bahkan muka gue keliatan lebih tua, itu semua enggak masalah. Tapi, kalo uda diancem Bu Susu, gue nyerah! Gue enggak mau kalo cuma karna rambut panjang, gue jadi enggak dibolehin ikut ujian matakuliahnya Bu Susu. Bisa-bisa masa depan gue tergadaikan. Gimana coba kalo gue mempertahankan rambut gondrong gue, kemudian ketika ujian matakuliah Bu Susu, gue diusir dari ruang ujian. Kalo uda gitu, gue bisa enggak dapet nilai, lalu bisa-bisa gue enggak lulus MK itu dan harus ngulang lagi tahun depan. Kan suram itu!
So, beginilah penampakan muka baru gue sesudah potong rambut:


Terlihat ganteng? Terlihat rapih dan fresh? Terlihat lebih muda? Wahaha, itu benar! Setelah gue cukur rambut, kehidupan gue berubah drastis. Ekspresi orang skitar gue juga berubah. Sebelumnya dosen sering negur gue, bahkan ada salah satu dosen yang ngeledek dengan bilang gue mirip Roma Irama. Tapi, gue cuma bisa cengar-cengir doang. Mungkin dosen itu belum ngeliat gue lebih dalam. Dia seberani itu ngasih statement bahwa gue mirip Roma Irama, hanya karna rambut gondong gue. Sesungguhnya ada satu hal yang dilupain tu dosen. Iyah, bulu dada! Gue ini enggak punya bulu dada seperti Roma Irama. Jadi, kurang tepat rasanya kalo gue dibilang mirip Bang Haji.
Selain dosen, ekspresi cewek-cewek yang ngelihat gue juga berubah. Biasanya ketika gue gondrong, setiap cewek yang ngeliat gue, pasti mata mereka langsung berair, kalo enggak, ya palingan mengalami kerontokan bulu mata sementara. Tapi semua itu berubah. Sekarang ketika cewek melihat gue, mata mereka berbinar-binar, bercahaya, dan lama-kelamaan mata mereka mengalami disposisi sesaat.
Well, intinya sekarang gue merasa lebih baik setelah cukur rambut. Bukan cuma kepala yang ringan, tapi pikiran, perasaan, dan kehidupan gue juga lebih ringan. Tapi walopun begitu, gue tetep enggak menyesali gaya rambut gondrong. Gue suka, kok, berambut gondrong. Karna dengan gondrong, gue ngerasa bisa berekspresi lebih.

22 comments:

  1. amankan pertamax
    (sebelum kedahuluan rynem)
    *komentarnya besok ya bang, saya udah mau tidur hahaha

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Hidup disiplin hair cut singkirkan pegondrongan.

      Manfaat cukur rambut itu menghemat shampooo juga lo Mas tinggal di potong lebih pendek lagi :D

      Delete
    2. tenanng aje, gue enggak perluu beli sampo tiap mau shampoan, gue cukup ngegerus batu bata, dan gue pake tu buat keramas. hemat!

      Delete
  3. rambut yang kondrong itu mirip iklan rokok, dan rambut yang tidak gondrong itu mirip iklan pencuci wajah hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha, bodo amatlah. Yang penti gue suda merasa ganteng! wahaha!

      Delete
    2. tapi yang pencuci rokok ada loh mau? BOTAK hahaha

      Delete
  4. Replies
    1. uda pas menurut gue. kalo kependekan jadi kurang ganteng. Itu sudah klimaks!

      Delete
  5. Botakin aja sekalian..
    Biar berasa jadi mahasiswa baru yang habis di OSPEK..
    Hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha, jangan ah. Ntar dikira tuyul negro masuk kampus lagi!

      Delete
  6. jangan jangan foto yang bawah di edit dulu ya -___-"
    *gak terima haha

    ReplyDelete
  7. beda banget bang, yang atas keliatan serem n tanpa senyuman,,, la dalah, habis potong rambut langsung *clingg senyumannya keliatan *upss

    ReplyDelete
  8. Gue juga sering banget kena rajia rambut waktu SMP dan SMA sop, tapi alhamdulillah waktu gue kuliah sekarang cuma kena razia jenggot :))
    Hahaha

    Kalau mengikuti gaya emang susah sop,yg pasti menyimpang dari aturan,yang pasti kena teguran :))
    Hahaha

    ReplyDelete
  9. gue juga dulu pernah kena potong terus sama guru, gara-gara gue selalu gondrong waktu SMA. tapi pas ngeliat andika ekskangen band langsung gue cukuran. Malu gue.

    ReplyDelete
  10. alhamdulillah rambut gw blum pernah kna ptong pas jaman SMA (ya iyalah,skolah pke jilbab,gmn bsa diptong..)hihi

    ReplyDelete
  11. gondrongnya besok-besok aja kalo udah sukses...hahah

    ReplyDelete
  12. emang kalo uda sukses gimana tu, Bo?
    Bisa keliatan ganteng enggak kalo gue ngegondrongin rambut ketika sudah sukses nanti?

    ReplyDelete

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter