Tahun 2021 hampir berakhir, tetapi gue belum nulis apapun di blog ini. Semenjak bekerja, rasanya badan ini gampang lemas. Mungkin itulah yang membuat gue jadi males nulis lagi di blog. Well, ini juga gue maksain nulis supaya setidaknya ada satu tulisan di tahun 2021 ini.
Di
akhir tahun, pasti kita akan memikirkan kembali apa saja yang telah kita
lakukan. Semacam melakukan flashback lah. Begitu juga dengan yang gue lakukan. Di
malam yang sedang hujan rintik-rintik ini, gue melakukan flashback tentang apa
saja yang gue dapatkan dan lakukan tahun ini.
Namun
rasanya enggak ada sesuatu yang spesial yang gue lakukan. Semuanya biasa saja
seperti tahun-tahun lalu.
Tetapi
gue kepikiran tentang kegagalan-kegagalan yang pernah gue alami dari
tahun-tahun sebelumnya.
Kegagalan
terparah yang gue pernah alami adalah gagal lolos SNMPTN ke UPI tahun 2011. Saat
itu gue merasa gagal banget. Bisa dibilang UPI adalah kampus yang gue dambakan.
Namun gue harus menerima kenyataan pahit, bahwa gue gagal masuk UPI.
Akhirnya
gue kuliah di kampus swasta deket rumah. Walaupun awalnya gue sedih, namun
perlahan gue bisa menerima itu. Sedangkan adik, sepupu, beberapa teman dekat
berhasil masuk UPI. Melihat keberhasilan mereka gue senang sekali. Namun di
lubuk hati gue yang terdalam ada perasaan iri. Ingin juga rasanya bisa
seberuntung mereka.
Namun
ternyata, Allah kasih sesuatu. Pada tahun 2018, gue mendapatkan beasiswa kuliah
Pendidikan Profesi Guru selama satu tahun. Dan lo tahu gue dapet kampus apa?
Yup, UPI!
Wah
senangnya hati ini bsia kuliah di UPI.
Biaya
kuliah PPG ini 100% ditanggung pemerintah. Gue dan teman-teman kuliah tidak
harus membayar apapun. Bahkan, buku kuliah sudah disediakan. Asrama untuk tinggal
mahasiswa sudah disiapkan. Makan sehari tiga kali sudah tersedia. Bahkan, ada
uang saku perbulannya yang lumayan buat beli bensin dan pulsa.
Gue
merasa bahagia walaupun cuma kuliah satu tahun di UPI. Dosen-dosen di sana luar
biasa, teman-teman satu jurusan pun luar biasa. Ditambah Bandung yang luar
biasa. Semuanya bagaikan paket lengkap yang luar biasa.
Walaupun
awalnya gue sedih karena gagal masuk UPI, namun ternyata Allah kasih rencana
yang lebih indah.
Kegagalan
terparah kedua adalah saat gue mau masuk SMA di tahun 2008. SMAN Cilimus
namanya. SMA tersebut memiliki nama yang besar sehingga menjadi sekolah
favorit. Siswa dari berbagai penjuru daerah ingin sekolah di sana. Namun sayang
karena nilai UN gue kecil, gue gagal masuk di sekolah tersebut. Padahal adik,
sepupu, tetangga berhasil masuk ke SMA itu. Lagi-lagi gue merasa sedih dan
merasa paling gagal. Akhirnya gue hanya bisa sekolah di kecamatan sebelah. Di mana
sekolah itu dianggap sekolah biasa saja.
Namun,
ternyata Allah kasih sesuatu lagi.
Di
tahun 2019, gue mencari pekerjaan sebagai guru. Gue datangi satu sekolah ke
sekolah lain sambil bawa map lamaran pekerjaan. Sudah tak terhitung CV yang gue
bikin. Sudah banyak map yang gue beli. Sudah banyak daftar sekolah yang gue
coret karena gue ditolak. Bahkan ada sebuah lembaga pendidikan yang menolak gue
sebelum gue menyerahkan map lamaran. Alasannya dia kira gue minta sumbangan
karena gue bawa map warna warni Merk Biola.
Saat
itu gue baru pertama kali melamar kerja, jadi gue enggak tahu harus pakai map apa
yang biasa orang-orang gunakan untuk melamar kerja which is map coklat yang
tertutup. Saat itu yang gue tahu map apapun bisa dipakai buat melamar kerja.
Gagal
melamar pekerjaan ke sekolah tidak membuat gue menyerah. Kalau melamar
pekerjaan gagal, gue harus menciptakan pekerjaan gue sendiri. Akhirnya gue
memutuskan untuk membuka les privat. Langkah pertama gue siapkan brosur agar
orang-orang tahu gue membuka les privat.
Gue
menyebarkan brosur bimbel gue di gerbang-gerbang sekolah, berharap ada siswa
yang tertarik bimbel privat.
Namun
itu enggak berjalan mulus. Yang ada brosur gue dibuang-buang oleh siswa. Ada yang
begitu nerima brosur dari gue, langsung dia kuel-kuel kertasnya dan dibuang di
tengah jalan. Ada pula yang dia lipat jadi dua lalu dia jadikan kipas, dan dia
kipasin lehernya yang berkeringat bau. Bahkan ada juga yang dia jadikan pesawat
kertas, lalu dia terbangkan dan mendarat dengan cantik di selokan.
Gue
berdiri mematung, melihat hamparan brosur bimbel gue yang berserakan di jalan. Dan
banyak juga yang berakhir ngambang di selokan. Gue tatap dengan nanar
brosur-brosur itu, terutama yang ngambang di selokan. Mana ada gambar wajah gue
lagi di sana.
Sempat
gue berada di titik rendah. Gini amat ya nyari kerja. Ke sini gagal, ke sana
gagal.
Namun
Allah kasih sesuatu yang luar biasa.
SMAN
Cilimus tiba-tiba manggil gue untuk test wawancara sebagai calon guru honorer
di sana. Dan lo bisa tebak hasil test tersebut?
Yup.
Gue diterima!
Mungkin
Allah tidak mengabulkan gue jadi siswa di SMA itu. Namun Allah kasih kesempatan
gue untuk bisa merasakan lingkungan SMAN Cilimus. Gue jadi guru honorer di
sana. Ternyata setelah bekerja di sana, memang benar, SMA itu luar biasa. Pantas
saja ia mejadi sekolah favorit.
Secara
pribadi, lingkungan guru di sana sangat kekeluargaan. Guru-guru honorer dirangkul
dan difasilitasi sebagai mestinya. Gue suka mendengar cerita dari teman-teman
lain. Di sekolah mereka terkadang honorer tidak diperhatikan, tidak
difasilitasi, bahkan kadang disepelkan. Namun, SMAN Cilimus tidak seperti itu.
Alhamdulillah gue bahagia bekerja di sana.
Dari
dua kejadian ini gue belajar, bahwa terkadang kita gagal mendapatkan apa yang
kita inginkan. Namun sejatinya kita tidak gagal. Justru Allah sedang menyiapkan
sesuatu yang lebih baik dari apa yang kita minta. Sesuatu yang jauh lebih baik
dari ekspektasi kita. Sesuatu yang benar-benar kita butuhkan.
Jadi,
kita bukan gagal, namun berhasil dengan gaya.
No comments:
Post a Comment