Kepikiran Punya Anak

Sampai detik ini gue masih menjalani masa Praktek mengajar  di sekolah. Hampir enggak ada yang berubah dari diri gue, selain rambut kepala gue yang makin terkikis di bagian depan. Tingkat abrasi rambut gue bertambah 6,69% semenjak Praktek ini. Mungkin ini disebabkan kerja otak gue yang makin keras dari hari-hari sebelumnya. Yang biasanya otak gue cuma dipake mikir gimana caranya supaya pulang kuliah secepet mungkin dalam perkuliahan sehari-hari, kini otak gue harus kerja ekstra keras memikirkan materi apa yang musti gue ajarkan ke murid-murid, mengoreksi hasil ulangan siswa, sampai mikirin supaya gue enggak keluar uang banyak.

Anyway, suatu hari, murid gue hendak mengikuti lomba Bahasa Inggris. Gue dipinta oleh guru Bahasa Inggris untuk mendampingi mereka selama latihan sampai pelaksanaan lomba. Gue sih seneng-seneng aja nerimanya. Jangankan dampingin selama latihan dan lomba, dampingin sampe ke pelaminan juga gue mau kok.

Continue Reading...

Kucing di Dalem, Macan di Luar

Pada postingan kali ini gue bukan hendak membahas dunia animalia. Atau membahas, 7 kejadian lucu hewan Kucing dan Macan kayak di On The Spot. Apa lagi membahas perkawinan kucing dan macan yang beranak tapir laut. Tapi, sesuatu yang lebih berbobot dari pada itu semua.

Siang itu, gue lagi duduk sambil browsing di hape. Kebetulan siang itu panas banget, jadi gue browsing artikel gimana cara kentut tanpa ketahuan orang. Memang enggak ada hubungan yang cukup signifikan antara udara panas dan teknik kentut tanpa ketahuan. Tapi yah enggak papa lah, daripada gue browsing video goyang dribel, kan bakal tambah panas.

Continue Reading...

Curhatan Absurd Bikin Merenung

Akhir-akhir ini kegiatan gue terasa padet. Yang biasanya gue sehari-hari cuma makan, tidur, dan ngupil, kini gue harus bangun pagi, terus berangkat ke sekolah buat praktek ngajar, dan pulang sampe rumah magrib. Iyah, gue shock banget dengan ketidakbiasaan ini. Gue yang biasanya nyantai, sekarang harus berpacu sama waktu. Ini sama kayak orang yang lagi sayang-sayangnya terus diputusin. Pasti shock banget.

Gue jadi berpikir ulang untuk jadi guru. Baru praktek ngajar aja udah capek banget, gimana jadi guru beneran nanti. Gue jadi sadar, bahwa guru itu kerjanya 24 jam. Malam hari, guru musti bikin RPP ngajar. Itu semacam sekenario buat guru mengajar. Pagi harinya, guru mengajar sampe siang, bahkan sore. Setelah itu, mereka mesti ngoreksi tugas, atau ulangan siswa. Terus malem harinya bikin RPP lagi. Siklus itu terus aja berulang sampe trend ngoleksi batu akik berubah jadi trend ngoleksi batu ginjal.

Tapi gue mencoba tabah. Gue sudah memutuskan mengambil jurusan pendidikan, jadi gue harus menerima resiko ini. Memang, yang namanya pekerjaan pasti ada resikonya masing-masing. Resiko jadi guru ya musti kerja hampir 24 jam. Resiko jadi polisi, ya musti kerja di saat orang-orang asyik liburan cuti bersama hari raya. Resiko jadi stalker ya bakal sering makan hati pas tahu gebetan lagi bahagia sama orang lain.

Yang terakhir itu emang paling pedih.

Continue Reading...