Karna
itulah, komputer jadi lemot. Kini skripsi gue sudah rampung, jadi ini saatnya
membersihkan komputer dari file yang enggak berguna dan patut dibuang. Oya satu
lagi, termasuk file foto gue bareng mantan gebetan waktu foto bareng di photo
box dulu.
Satu-persatu
file gue hapus dan otomatis terpindah ke recycle bin. Ketika lagi asyik, gue
menemukan folder jadul. Folder tersebut adalah dokumentasi kegiatan drama kakak
tingkat ketika jaman gue semester dua dulu. Hati gue tergugah untuk membuka
folder itu.
“Klik
klik...” sesaat folder tersebut langsung tebuka.
Banyak
sekali foto kakak kelas gue dulu. Mereka sedang berperan di panggung dengan
lucu. Selain itu, ada juga foto panitia pelaksana drama, yakni anak-anak
himpunan jurusan gue. Gue termasuk menjadi anggota di dalamnya. Yang paling
seru adalah saat seluruh panitia berfoto bersama setelah pentas drama yang selesai
sampai malam hari. Kami berkumpul di halaman dekat ruang pentas, lalu mengambil
foto dengan berbagai ekspresi wajah yang lucu. Melihat pemandangan itu, gue
merasa kangen dengan suasana drama waktu
itu.
Sambil
menatap foto itu, gue pindai satu persatu wajah anak-anak panitia. Sampai
akhirnya pandangan wajah gue berhenti di Intan.
Intan
adalah temen sekelas gue. Dia juga anak himpunan. Intan termasuk kedalam
panitia acara pentas drama tersebut. Setelah sesi foto selesai, panitia briefing
singkat. Dan sesudahnya kami pulang ke rumah masing-masing.
Kebetulan
rumah gue dan Intan satu arah. Malam itu gue membonceng Intan, dan
mengantarkannya sampai rumah. Di perjalanan yang cuma diterangi lampu motor
itu, hujan turun rintik rintik. Gue mengendarai motor dengan jantung dagdigdug
enggak karuan. Gue cuma takut kalo gerimis itu berubah jadi hujan besar. Bakal
repot karna gue enggak bawa mantel hujan.
Gue
lihat wajah Intan dari kaca sepion kiri. Dia tampak lucu. Ia menyipitkan
matanya karna angin dan gerimis yang menerpa wajahnya. Kasian juga melihatnya. Sayang
gue cuma bawa satu helm doang, yakni
helm yang gue pake saat itu. Seandainya gue bawa dua helm, mungkin dia bakal
lebih terlindungi. Gue berinisiatif mempercepat laju motor karna kasihan Intan
kegerimisan.
“Ga,
Ga... berhenti dulu. Ini melilit!” tiba-tiba Intan minta gue menepi, walau gue
belum jelas kenapa sebabnya.
“Hah?
Apaan? Melilit?” tanya gue. Gue pun menepikan motor.
Saat
itu gue berhenti di daerah pasar. Malam hari, pasar sepi, hanya dipenuhi tukang
jajanan sejenis martabak dan nasi uduk di halamannya. Setelah gue menepikan motor
dan melepas helm, lalu gue berbalik dan memeriksa Intan kenapa.
Saat
gue turun, Intan malah tetep duduk di jok motor yang dalam keadaan standar
miring.
“Kamu
enggak turun?”
“Ini
rok aku melilit kaykanya deh,” ucap Intan sambil menunjuk ke arah bawah roknya
yang dekat dengan rantai bagian belakang motor.
Gue
pun jongkok, mencoba memeriksa kenapa. Setelah gue lihat, ternyata rok Intan
masuk ke rantai motor. Gue panik. Ini mseti gimana. Rok Intan nyangkut!
“Wah,
nyangkut, Tan,” ucap gue sambil garuk-garuk kepala.
Gue
coba menarik-narik roknya, memaksa supaya keluar dari rantai motor.
“Kamu
turun dulu,” pinta gue.
Intan
pun turun dalam keadaan roknya nyangkut di rantai motor. Gue berfikir sejenak,
gimana cara melepaskan roknya dari rantai. Gue perhatikan, gulungan rok yang
melilit ke rantai motor gue itu mengarah ke kiri, alias berlawanan dengan jarum
jam. Mungkin dengan menggerakan motor mundur, akan membuat rantai bergerak ke
kanan, searah jarum jam, dan rok Intan bisa lepas dari rantai. Gue pun mencoba
cara tersebut. Perlahan-lahan gue mundurin motor. Intan ikutan jalan mundur.
Gue juga jalan mundur. Kami semua jalan mundur. Pemandangan kami absurd banget.
Gue perhatikan sedikit-demi sedikit roknya Intan mulai keluar dari rantai.
Sampai akhirnya lilitan roknya pun lepas.
Yeayyy....
Tapi
belum lepas sempurna. Bagian ujungnya, sedikit banget, masih nyangkut di
rantai, terselip di antara rantai dan gerigi. Kayaknya harus dipaksa ditarik nih. Ucap gue kala itu.
“Brekk...”
roknya robek kecil.
“A-aduh,
robek ni, Tan,” gue merasa bersalah.
Intan
memeriksa bagian yang robek, “Udah, enggak papa,” ucapnya.
“Ehm,
sorry yah,”
Akhirnya
kami melanjutkan perjalanan. Fyuh, untung aja lilitan roknya enggak sampai berakibat
fatal sehingga membuat Intan jatuh. Gue memelankan laju motor, khawatir roknya
bakal terlilit lagi.
“Roknya
agak diangkat, Tan. Jangan deket ke rantai,” ucap gue sambil nyetir motor.
“Iyah,
Ga,” jawab Intan. Suaranya agak pudar tertimpa bising kendaraan sekitar.
Tragedi
rok nyangkut bukan cuma sekali gue rasakan sama Intan. Suatu hari, gue pulang
dari kampus bareng Intan. Cuaca kala itu lumayan terik. Gue membuka gas motor,
lalu melewati lampu merah dekat kampus ketika lampunya berubah hijau. Baru juga
beberapa meter dari lampu lalulintas dekat kampus itu, rok Intan melilit. Kali
ini suasananya lebih ekstrim. Tragedi melilit ini terjadi di tengan-tengah
persimpangan lampu merah, dimana kendaraan dari berbagai arah menuju ke kami.
Kami pun berhenti di tengah-tengah jalan.
“Gaaa,
takut ih,” ucap Intan.
“Tenang,
Tan. Tenang,” kata gue menenangkan Intan. Gue berdiri dan berlagak seperti
polisi yang mengatur lalu lintas. Gue menggerak-gerakan tangan supaya kendaraan
yang melewati kami hati-hati dan tidak terlalu dekat dengan kami saat melewati
kami. Gue terlihat berani banget, padahal dalem hati gue juga gemeteran.
Bayangin, men, ditengah jalan. Ditengah perempatan!
Gue
melakukan metode yang sama seperti mengatasi tragedi rok melilit yang pertama
dulu. Akhirnya dalam hitungan detik roknya lepas dari rantai. Kami pun
melanjutkan perjalanan dengan pelan dan hati-hati.
Hanya
dengan melihat foto saat pentas drama di komputer, gue langsung kangen momen
itu. Bukan cuma saat jadi panitia drama, tapi juga saat gue disibukan dengan
berbagai kegiatan organisasi yang mana harus sering rapat, pulang malam dari
kampus, berangkat pagi-pagi buta saat hari pelaksanaan kegiatan. Di akhir masa
kuliah ini, gue serasa flashback tentang apa yang telah gue lakukan selama
empat tahun lebih ini. Ada rasa kangen. Padahal dulu gue selalu ngeluh dengan
jadwal kegiatan organisasi yang padet, sehingga pengen balik ke masa SMA. Tapi
sekarang gue malah kangen momen itu. Momen kuliah, organisaasi, dan juga...
Intan beserta tragedi rok nyangkut itu.
Gue
membuka folder lainnya. Gue menemukan foto jaman SMA dulu. Saat itu gue dan
teman kelas sedang tour sejarah ke Musium Perundingan Linggarjati. Wajah gue
saat itu masih buruk rupa. Buluk banget. Tapi alhamdulillah sekarang kualitas
wajah gue sudah naik tingkat, yang tadinya “buruk rupa,” sekarang jadi “enggak
ganteng.” Ya lumayan lah peningkatan kualitas wajah gue ini, walau enggak
signifikan.
Gue
jadi kangen dengan masa SMA juga.
Sepertinya,
suatu saat nanti ketika gue sudah kerja, gue bakal kangen masa-masa akhir
kuliah ini. Seperti masa ngerjain skripsi, ngejar-ngejar dosen pembimbing,
di-php-in dosen pembimbing. Sadar atau enggak, sebenernya moment yang kita
keluhkan sekarang, pasti akan kita rindukan di masa yang akan datang.
Kini
skripsi gue sudah kelar, dan gue dihadapkan dengan persoalan mencari kerja.
Memang, mencari kerja ini berat. Lowongan kerja sedikit, persaingan kerja ketat
banget, sampai gajih yang enggak sesuai. Tapi, pasti suatu saat ketika gue
sudah memiliki pekerjaan layak, gue akan rindu dengan masa-masa perjuangan ini.
Begitupun
setiap moment yang kita rasakan. Kalian yang sedang baru menggarap skripsi, dan
mungkin sering mengeluh, coba simpan rasa mengeluh kalian. Ingat, suatu saat
kalian akan rindu masa-masa perjuangan skripsi ini. Kalian perlu tahu, mengeluh
cuma membunuh semangat kalian. Maka, simpanlah rasa mengeluh itu.
Kalian
yang mungkin sering lelah karna jadwal rapat organisasi yang padat, ingat juga,
suatu saat kalian akan rindu moment itu ketika kalian sudah menginjak smester
akhir kelak. Smester dimana kalian sudah jarang ikut organisasi.
Dan
buat kalian yang sedang marahan dengan pacar, inget, suatu saat kalian akan
rindu dengan sikap ngeselin pacar kalian. Dan inget... PACARAN ITU DOSA!!!
BERTAUBATLAH... TAUBATT!!!! LEBIH BAIK JOMBLO TERHORMAT DARIPADA PUNYA PARTNER
DALAM HUBUNGAN YANG HARAMMM!!!!
Ekhm,
sorry, gue terbawa emosi. Maklum, gue ngetik ini sambil lihat foto mantan. Tadi
belum sempet gue delet. Sorry... sorry.
Well, this is the end
of the post. I suggest you guys enjoying your moment right now because you definitely
will be missing that moment sometime, in your future live.
Kalau saya masih di masa perjuangan nih. Kalau menurutku menghapus foto lebih mudah dari pada melupakan. Eaaa
ReplyDeleteiya broo kangen banget dengan masa - masa organisasi dulu. Ribetnya waktu jadi panitia event, kebersamaan waktu brainstorming, membunuh waktu dengan rapat, nongkrong - nongkrong nggak jelas bareng dosen kemahasiswaan, pokoknya banyak banget hal - hal yang sulit dilupakan. termasuk kenangan manis dan pahit bareng mantan ( waktu itu saya ketua himpunan, si mantan bendahara himpunan huehehehe ).
ReplyDeletedan sekarang udah mau sidang, udah mau pisah sama kampus. jujur, saya benci banget sama kampus dan dosen - dosennya. tapi kalo menyoal kenangan, landmarknya selalu membekas di hati :").
Wihh perjuangan super payah kali ngerjain skripsi itu. Selamat buat lo yang udah di tahap selesai skripsi. :D
ReplyDelete