Di sebuah dunia
yang fana ini, hiduplah segumpal lelaki kusut bernama Cecep. Tubuhnya jangkung,
agak sedikit membungkuk posturnya. Rambutnya ikal. Hidung melebar. Wajahnya bundar.
Perutnya bulat mencuat. Cecep tinggal di sebuah desa pelosok di Garut Jawa
Barat. Ia berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Ibunya seorang ibu rumah
tangga, dan ayahnya seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan konveksi
dengan penghasilan biasa-biasa saja. terkadang harus pinjam uang ke kerabat
atau menggadaikan perhiasan ke pegadaian untuk memenuhi kebutuhan mendesak
seperti biaya sekolah dan kuliah cecep beserta dua adiknya.
Cecep baru saja
lulus SMA. Cecep lulus dengan nilai biasa saja. Namun dengan nilainya yang
pas-pasan Cecep berniat melanjutkan ke perguruan tinggi negeri terkemuka. Namun
Allah berkehendak lain. Ia gagal test SNMPTN Undangan sehingga banting setir
masuk ke perguruan tinggi swasta enggak terkenal di Garut. Sebuah Univ swasta
yang membuat cecep minder saat orang tanya, “Kuliah dimana?”
Cecep jawab, “Di
Universitas Swasta Biasa Aja.”
Dan orang selalu
menanggapi dengan, “Hah? Itu dimana yah? Kok belum pernah denger. Kampus Ilegal
yah?”
Cecep masuk
jurusan pendidikan Bahasa Indonesia. Dia disuruh ibunya untuk jadi guru. Karna
ibunya ingin sekali anaknya jadi PNS. Cecep nurut sama apa kata ibunya. Dia
ingin berbakti pada ibunya. Tidak ingin melukai hati ibunya walaupun hanya
sedikit saja. Dia berpasrah sama Allah. Ridha Allah ada pada ridha ibunya.
Lagipula Cecep senang dengan Bahasa. Ia senang membaca buku sastra. Buku cerpen
dan puisi. Dibalik tampangnya yang kusut, ia seorang introvert yang gemar
membaca dan menulis. Sesekali bernyanyi.
Masa ospek Universitas
Swasta Biasa Aja pun tiba. Cecep satu kelompok dengan seorang perempuan bernama
Euis. Dia berasal dari Cimahi. Cecep tidak mengerti mengapa ada orang jauh
sampai rela kuliah di kampus enggak terkenal ini.
Cecep enggak
begitu memerhatikan Euis. Karna cecep orangnya cuek. Kaku. Lempeng. Mangkanya
orang banyak bilang cecep orangnya kuper. Pemalu. Atau enggak peka. Padahal
memang sifat Cecep yang tidak senang keramaian. Saat orang kesusahan pasti
Cecep bantu. Saaat cecep diminta maju ke depan untuk public speaking pasti
cecep maju dengan berani tanpa malu. Saat cewek terus terang menyatakan
perasaannya pada cecep pasti cecep respond engan baik. Entah itu perasan kesal,
sebal, senang. Pasti akan Cecep respond dengan baik. Ini semua hanya sebatas
prasangka terhadap Cecep.
Euis memerhatikan
Cecep yang duduk sendirian di lorong kampus setelah ospek selesai. Euis
berkulit sawo matang. Tinggi dibandingkan perempuan pada umumnya. Paras yang
biasa saja. namun dandanannya membuat ia tampak kusut.
Di lorong itu
mereka pertama kali bertegur sapa. Berlanjut pada pencarian alat ospek bersama
pada malam harinya. Berlanjut bertukar nomor telpon dan akun media sosial.
Itu adalah pertama
kalinya dalam hiup Cecep merasa nyaman dengan seseorang. Nyaman menghabiskan
waktu lama bersama. Detik itu juga Cecep merasa butuh Euis.
No comments:
Post a Comment