Sudah
lama rasanya gue tidak menulis di blog. Harus gue akui, kehidupan di dunia
nyata menyerap energi gue. Saat ini gue mengajar di sebuah SMA negeri di Kota
Kuningan dari pagi sampai sore hari. Sesampainya di rumah, badan sudah lemas semua.
Keinginan untuk nulis tidak ada, yang ada inginnya rebahan di kasur, sambil
main hape, sesekali melihat foto profil gebetan.
Di
sekolah, ada rekan guru yang baru saja mengalami musibah. Anaknya melahirkan,
namun bayinya tidak selamat. Sang bayi meninggal karena keracunan air ketuban
yang sudah pecah sebelum bayi lahir. Sedih rasanya mendengarnya. Akhirnya gue
cerita ke nyokap.
“Bu,
anaknya bu Eni melahirkan, namun bayinya meninggal,” curhat gue ke ibu.
“Innalillahi
wainnailaihirojiun. Kenapa bisa?” tanya nyokap agak shock.
“Bayinya
keracunan air ketuban ibunya. Telat penanganan harusnya langsung disesar,” ucap
gue.
“YA
ALLAHH,” tetiba nyokoap histeris. “Kamu juga dulu begitu.”
“Hah?”
gue kaget.
“Dulu
air ketuban ibu juga pecah saat kamu masih di perut. Bahkan sampai tiga hari,”
kata ibu heboh.
Gue
mendengarkan dengan seksama.
“Pas
lahir kamu sudah biru dengan tangan yang keriput,” kata nyokap. “Untung kamu
selamat, Nak,” sambungnya sambil mengusap-usap kepala gue dengan mata berkaca-kaca.
Gue
speechless. Beruntung banget gue selamat kala itu. Bisa saja gue bernasib sama
dengan cucunya bu Eni. Namun, Allah sangat baik sama gue.
Gue
membayangkan mungkin saja kala itu gue bisa meninggal, namun Allah bekata, “Kamu
harusnya mati keracunan air ketuban. Hm… tapi Aku takdirkan kamu untuk selamat.”
Gue
yang dalam kandungan hanya bisa mendengar tak berdaya.
“Ibu
dan ayahmu membutuhkan kamu,” ucap Allah melanjutkan. “Kamu enggak jadi mati
deh. Aku kasih kamu kesempatan kedua.”
Gue
tak berdaya. Hanya terpaku.
Allah
bilang lagi, “Kamu akan hidup dan tumbuh besar. Manfaatkanlah hidupmu sebaik mungkin
untuk ibadah. Bahagiakanlah ibu dan bapakmu. Kasihilah istri dan anak-anakmu
kelak.”
Iya,
gue membayangkan itu yang Allah ucapkan ke gue saat gue tidak jadi ditakdirkan
meninggal keracunan air ketuban.
Gue
sadar, gue mungkin bisa tidak selamat saat itu. Ini adalah kesempatan kedua
yang Allah beri. Hidup gue sangatlah berhaga. Tidak akan gue sia-siakan begtu
saja. Gue harus membayar kepercayaan Allah kepada gue denan ibadah yang
maksimal, menyayangi ibu dan bapak, merawat istri dan anak-anak gue kelak
dengan baik.
Terimakasih
Ya Allah telah memberiku kesempatan kedua. Termiakasih telah memberiku
kehidupan yang berharga.
Continue Reading...