“Kak, kakak
suka wanra apah?” tanya Silvi sesaat setelah keluar dari jamban SPBU.
“Ehm, emang
kenapa nanya?” jawab gue sambil nyengir.
“E—nggak
papah. Nanya ajah. Enggak bole? Jawab!” tiba-tiba Silvi jadi ketus.
Biasanya
kalo cewek mendadak ketus begini, kemungkinan besar dia sedang PMS atau lagi...
ehm, iya ituh, lagi PMS. Daripada nanti Silvi perlahan berubah jadi ganas dan
ngamuk-ngamuk karna enggak dijawab pertanyaannya, lebih baik gue langsung
memberi tahu dia warna kesukaan gue.
“C—coklat,”
jawab gue tertunduk lesu sambil melintirin ujung kaos. Semoga jawaban gue ini
membuat Silvi puas, sehingga dia batal bete.
“O gitu....
Kalo warna biru muda kayak tas Silvi gini suka enggak?” Kata Silvi sambil
menunjukan tas gembloknya.
“S-suka.
Bagus!” mata gue memerhatikan warna biru muda ngejreng di tasnya. Memang, warna
itu bagus. Gue sih suka-suka ajah.
“Syukur,
deh, hihi,” sambil nyengir, Silvi beranjak naik motor untuk gue bonceng pulang.
Sore itu, gue mengantarkan Silvi ke rumahnya.
Kami habis berkelana, menyusuri tempat pariwisata di daerah Kuningan.
Jalan-jalan gituh! Di perjalanan pulang, tiba-tiba Silvi merintih pengen pipis.
Karna enggak tega kalo denger rintihan perempuan, akhirnya gue mengantarkan dia
ke SPBU terdekat untuk menuntaskan hasratnnya pengen pipis daripada nanti bocor
di jalan, bisa-bisa jok gue jadi korbannya.
Akhirnya
terciptalah percakapan di atas, di SPBU tersebut.
Sepanjang
perjalanan, gue telaah kembali maksud Silvi menanyakan warna kesukaan gue. Gue
kait-kaitkan pertanyaan Silvi dengan fenomena alam yang terjadi belakangan ini,
seperti kampanye hitam antar timses masing-masing capres dan cawapres
belakangan ini. Namun, gue gagal menemukan benang merah antara pertanyaan Silvi
dengan fenomena alam tersebut. Sepertinya gue memang salah mengambil sempel
fenomena alam tersebut sebagai perbandingan.
Pada
akhirnya gue sadar, bahwa Silvi menanyakan begitu karna dia ingin memberi
kejutan di hari ulang tahun gue. Setelah agak lama, gue sadar, bahwa saat itu,
hari ulang tahun gue tinggal menghitung hari. Wah, gue yakin, pasti Silvi mau
memberikan kado yang berwarna seperti tasnya, yakni biru muda cerah.
“Ohh, kamu
emang mau ngasih apa, sampe nanya warna segala? Repot-repot. Enggak usah! Hehe”
sambil cengengesan, gue menebak.
“Siapa juga
yang mau ngasih. Enggak tuh!” jawab Silvi dengan juteknya.
Ah,
palingan Silvi cuma pura-pura doang bilang begitu. Pasti dia menyembunyikan
maksud tersiratnya untuk memberi kejutan kado ke gue. Pasti!
Gue coba
menebak-nebak barang apa yang kiranya bakal Silvi berikan. Satu-persatu gue
bayangkan benda apa saja yang biasanya berwarna biru muda cerah. Gue menduga,
sesuatu yang berwarna biru cerah itu enggak jauh-jauh dari... sendal swallow
dan celana dalem. Wah, Silvi mau mengkadoi gue sendal dan celana dalem? Keren!
Memang sih, gue enggak punya sendal jepit yang memadai. Kondisinya sudah sangat
tipis, dan hampir putus. Begitu juga celana dalem gue, satu-persatu mereka
gugur dengan kondisi bolong-bolong di bagian depan dan belakangnya serta
karetnya yang sudah pada kendor. Gue prihatin!
“Ah kamu
pura-pura! Hahahaa,” tawa gue memecah suasana.
“UDAH,
NYETIR YANG BENER!” gue ditoyor dari belakang.