Monday 9 December 2013

Hubungan Tanpa Status

Share it Please
Sejauh ini, pencapaian terbaik dalam dunia percintaan gue adalah menjalin hubungan tanpa status dengan gebetan. Gue melakukannya bukan tanpa alasan. Terakhir kali gue menjalani hubungan status dengan gebetan dikarenakan dia dikekang oleh temannya. Sebut saja Nur. Nur dilarang untuk pacaran oleh temannya, Yuli. Akhirnya Nur berjanji pada Yuli untuk enggak pacaran dulu selama kuliah. Padahal gue dan Nur sama-sama sayang.

Yuli sangat over protektif terhadap Nur. Tiap kali Nur dan gue jalan, dia selalu melarang. Bahkan bukan cuma itu, dia bisa mengetahui keberadaan gue dan Nur. Dia selalu mengendus keberadaan kami saat kami jalan bareng. Kemampuan Yuli dalam melacak sangat keren. Daya lacaknya mengalahkan tim Reportase Investigasi Trans TV yang melacak para peracik miras oplosan.

Akhirnya kami seolah backstreet dari Yuli sambli tetap menjalani kedekatan kami. Semakin hari, kami makin dekat layaknya orang pacaran. Kami mulai panggil sayang-sayangan. Semakin hari-semakin banyak momen manis yang kami lalui. Mulai lah timbul momen-momen bersejarah yang gue rasakan bareng Nur. Momen yang selalu gue ingat. Dan semua itu kami jalani... tanpa status.

Rasa takut selalu menghingapi kepala gue. Gue khawatir suatu saat Nur enggak mau lagi dekat dengan gue. Gue takut dia bakal berubah tanpa sebab yang jelas. Wajar sih kalo memang nanti Nur berubah tanpa sebab yang jelas, hubungan kami aja statusnya enggak jelas.

Namun, suatu saat ketakutan gue akan menjalani hubungan tanpa setatus ini sirna setelah membaca tulisan Bang Alitt yang INI. Di situ bang Alitt menjelaskan bahwa hubungan orang dewasa itu enggak perlu nembak, apalagi sampe berstatus pacaran. Orang dewasa cukup saling merasakan dan menilai. Cara orang dewasa mengungkapkan sayang bukan lagi dengan kata “I love you” tapi dengan perlakuan seperti: perhatian, ngejagain, selalu ada, dan apapun itu yang menunjukan perasaan sayang. Dan ada satu kata yang ngebuat gue mau ngejalanin HTS, yang kurang lebih seperti, “Tanpa setatus aja kalian bisa setia, apalagi jika sudah berstatus menikah nanti.” Yup, itu kata yang magic bagi gue.

Gue sudah dewasa, Nur pun sudah dewasa. Gue sudah selayaknya menjalani hubungan layaknya orang dewasa. Status berpacaran dan ucapan “I love you” itu enggak penting. Kini gue mau nunjukin perbuatan yang mencerminkan rasa sayang gue ke Nur. Karna itu lah gue mau setia dengan Nur dalam HTS ini.

Gue semakin menikmati HTS ini. Ini adalah HTS yang paling berkualitas yang pernah gue alami. Gue bisa ngerasain apa yang layaknya orang bersatus pacaran alamin. HTS gue enggak pernah semaksimal ini sebelumnya.

Suatu saat Nur sakit. Dia mesti melakukan perawatan intensif. Selama itu juga kami enggak berkomunikasi. Gue cukup cemas akan kondisinya, tapi apa daya. Gue cuma bisa berdoa untuk kesembuhannya.

Beberapa minggu berselang, Nur sudah membaik. Dia sudah bisa dihubungi. Kami pun SMS-an dan berteleponan seperti biasa. Tapi entah mengapa gue merasa ada yang berbeda darinya. Dia seperti enggak “sehangat” biasanya. Benar-benar ada yang beda darinya. Dugaan awal gue sih itu disebabkan dia baru pulih dari sakit, mangkanya dia enggak seperti biasa. Tapi dugaan gue itu mulai luntur. Setelah Nur sehat betul, dia tetep aja enggak “sehangat” dulu. Dia kini malah menjadi dingin.

Setelah lama, akhirnya gue sadar bahwa Nur sudah berubah. Dia benar-benar dingin. Dia bukan seperti sosok yang gue kenal. Dan hal yang menohok adalah dia enggak lagi mau gue panggil “sayang.” Sepertinya dia enggak mau lagi meneruskan HTS ini bersama gue. Setelah kajadian itu, gue enggak bisa memaksakan diri pada Nur. Gue enggak mungkin ngambek karna enggak lagi pangil sayang-sayangan sama dia. Gimana mau ngambek, kami kan enggak ada hubungan apa-apa! Gue bukan pacarnya dan otomatis gue enggak punya hak untuk ngambek.

Makin kesini hubungan kami kadang dekat, kadang jauh, dan makin enggak jelas. Setelah agak lama, gue baru tahu bahwa Nur balikan dengan mantannya. Sangat nyesek rasanya mengetahui hal itu. Satu hal yang gue sesali adalah dia enggak cerita dari awal. Setelah lama, sekitar 3 bulan CLBK-an, Nur baru cerita. Gue merasa sudah dibohongi selama 3 bulan itu.

Nur balikan dengan mantannya, sebut saja Parjo, di saat Nur sakit. Saat itu Parjo menengok Nur. Dia sering datang membawa berbagai makanan untuk Nur. Bahkan mungkin si Parjo nyuapin Nur saat tergulai lemah di tempat tidur menahan sakit lalu menemani sampai Nur tertidur. Di saat si Parjo secara gentle suapin Nur, gue cuma bisa sundul-sundul sejadah sambil berdoa untuk kesembuahan Nur. Di saat Parjo nemenin Nur sampai terlelap tidur, gue cuma bisa menengadahkan kedua tangan, menceritakan pada Tuhan tentang Nur, sebelum gue tidur. Gue ketinggalan jauh. Sampai akhirnya kebaikan mantannya itu meluluhkan hati Nur lalu... mereka CLBK-an!

Jarak rumah Nur yang jauh dan enggak gue ketahui itu yang ngebuat gue enggak menjenguknya saat dia sakit. Kami berbeda kota dan terpisah dengan jarak 55 KM. Gue tahu itu kesalahan goblok! Gue harusnya bisa berusaha gimanapun caranya untuk menemui Nur.

Terlepas dari itu semua, gue bertanya-tanya lagi tentang hubungan tanpa status. Gue sudah menerapkan apa yang gue baca dari artikel Bang Alitt. Gue sudah menunjukan sayang gue lewat perbuatan. Gue memperlakukannya seistimewa mungkin. Gue sudah setia dalam hubungan. Tapi kenapa akhirnya malah gue ditinggalkan? Ini apa memang Nur jahat, atau gue yang terlalu percaya? Apapun itu yang jelas... kini ada luka di hati gue.

Pada akhirnya gue kembali pada pepatah klasik, “Selalu ada hikmah di setiap kejadian.” Gue coba merenung untuk mencari sisi positif dari luka menganga yang Nur ciptakan. Dalam merenung itu gue pun merasakan hal-hal absurd yang biasa dilakukan orang yang patah hati, seperti enggak nafsu makan, susah tidur, sampai enggak bergairah. Kini momen manis yang tercipta bersama Nur dulu menjadi hal terpahit dalam hidup gue. Tiap mengingat momen manis itu, selalu timbul penyesalan, menyesal kenapa momen itu harus terjadi dan membekas di ingatan.

Belajar dari kesalahan gue yang mempercayakan hati pada orang seperti Nur, membuat gue sedikit trauma. Gue trauma akan hubungan tanpa status. Kini yang terbesit dipikiran tentang HTS adalah rasa sakit. Dan mulai saat ini, gue akan menerapkan sistem berpacaran layaknya anak kecil... yang mana mereka menganggap status itu penting, sakral, dan mengikat. 

14 comments:

  1. HTS itu menurutku cinta setengah matang.. loh??

    ReplyDelete
  2. Kalo HTS'an tergantung masing2 pihak, ada yg tersakiti apa gak

    ReplyDelete
  3. duuuhhh HTSnya berakhir staragiss,, kok Nur tega banget ninggalin kamu cup cup cup yang sabar yah Oga.. ambil hikmahnya saja:)

    ReplyDelete
  4. HTS kan dari awal emang gak ada kepastian kalo gebetan lu bakal ngerasain yang sama kayak lu bang

    woles aja, hidung emang berat kalo dipikirin terus :D

    ReplyDelete
  5. jadi serba salah si ya, kalaupun statusnya pacaran putuspun akan sakit. dan ternyata HTS dan di tinggal balikan mantan rasa sakitnya sama. btw jangan pernah nyesel dengan apa yang sudah pernah terjadi, karena percuma. buktinya berusaha melupakan tapi kalau teringat lagi juga jadi sakit. anggap aja ini bagian perjalanan hidup.

    ReplyDelete
  6. gue pernah HTS-an juga, gak enaknya ya mau cemburu juga gak bisa, namanya juga gak ada status -__- mending pastikan aja statusnya, tapi setelah jadian gak usah terlalu protektif #imho

    ReplyDelete
  7. Gue punya temen (cewek), sebut aja namanya Rere, dia HTSan sm temen suami gue sebut aja namanya Dede. mereka udah menjalin HTS selama 1 tahun. gue heran banget padahal si Rere udah punya tunangan dan Dede juga tau hal itu. kalo menurut gue, itu namanya gila. jadi cowok harus tegas, kalo nggak mau dikibulin cewek. sayang sih sayang tapi jangan sampe rasa sayang itu menjadikan seseorang buta. ya kan?

    ReplyDelete
  8. dulu gue pernah HTSan selama 3 bulan loh, tapi ya gitu, karena gak terikat msih bisa lirik lirik cewe lain hahaha
    http://catatankiting.blogspot.com/ follback blog gue yaaah :))

    ReplyDelete
  9. Udah.
    Mending jadi homo aja bang, cowo sama cowo pasti bisa saling mengerti, dan gak ada yang tersakiti *korban om om*

    ReplyDelete
  10. Mungkin lo cuma buat pelampiasan atau pelarian aja.
    Tapi semoga Nur baca tulisan lo ini :)

    ReplyDelete
  11. Hahahaha puk puk pukin oga, yang sabar ya -_-

    ReplyDelete
  12. yah bakalan galau berkepanjangan gak nih,woles masih banyak cewek kok hehehe :D

    ReplyDelete
  13. HTS itu hitam tengil sekaleeeeee

    ReplyDelete

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter