Friday 31 October 2014

Pilihan di Antara Pilihan

Share it Please


Gue selalu ngiri dengan orang-orang yang dididik keras oleh orang tuanya, mereka yang terpaksa harus bangun pagi, membantu orang tua kerja. Karna dengan didikan keras seperti itu, mereka bisa belajar hidup disiplin sedari kecil. Dengan dididik keras, mereka bisa memiliki mental baja untuk hidup di kehidupan yang keras ketika dewasa nanti.
Sudah banyak contoh orang sukses, yang ketika kecil dididik dengan keras. Yang memulai kehidupan dari kerja keras. Contohnya mas Alit yang dididik disiplin oleh eyangnya. Tiap hari harus bangun pagi membantu eyang menimba air di sawah, harus usaha dulu sebelum dikasih uang jajan, seperti ngangon kambing. Kalo enggak seperti itu, mas Alit bakal kena marah eyang, enggak dapet jajan, terancam kelaparan di sekolah.
Bukan cuma itu, seorang yang gue lupa namanya, ketika kecil di paksa sekolah oleh bapaknya, padahal di sekolahnya ada anak nakal yang mengancam keselamatan jiwanya. Dan ketika besar, dia menjadi sukses dengan memiliki sekolah madrasah sendiri.
Gue jadi kepikiran, seandainya gue di didik seperti itu oleh orang tua.
Makin kesini, pikiran gue semakin terbuka bahwa gue butuh paksaan, butuh dikerasin, butuh didisiplinin biar bisa menjalani hidup lebih baik. Pengen rasanya dipaksa untuk belajar atau dipaksa supaya giat bekerja membantu orang tua. Tapi itu enggak gue dapatkan.
Ibu cuma ngelitikin kaki gue tiap bangunin gue untuk solat subuh. Gue cukup nendang-nendang unyu saat dikelitikin, terus ibu berlalu gitu ajah. Mungkin kalo ibu bersikap keras, ibu bakal mengguyur gue dengan air dari ember supaya bangun. Lalu gue disuruh jemur sendiri kasur yang basah. Disiplin abis! Entah itu layak diebut disiplin, atau malah sadis. Yang jelas dengan di guyur air seperti itu, pasti gue akan rajin bangun pagi.
Ibu juga cuma menyuruh, “Yoga, lagi sibuk enggak, mau nyapuin halaman?”
Ibu enggak memaksa gue untuk nyapu. Akhirnya gue enggak merasa terpaksa. Jadi gue enggak mau menyapu halaman. Coba kalo ibu memaksa gue dengan bilang, “ Yoga, sapu halaman cepet!” sambil mengacung-ngacungkan sapu lidi, pasti gue akan menyapu halaman duluan tanpa disuruh.

Gue pengen diperlakuakn dengan keras, supaya gue enggak males-malesan, enggak lembek. Supaya bisa jadi orang disiplin dan sukses dikemudain hari.
Gue coba merenung, apakah yang gue pengenin ini sudah sesuai kaidah apa belum?
Mungkin di luar sana, bagi mereka yang diperlakukan keras oleh orang tuanya pengin diberlakukan dengan lemah lembut oleh orang tuanya. Pengen merasakan indahnya di kasihi dengan lembut. Masak sih gue malah minta pengen di perlakukan keras. Benar-benar enggak tahu diuntung.
Gue jadi berpikir, mereka yang diperlakukan keras memang enggak punya pilihan, sehingga mereka bisa disiplin. Kalo mereka enggak nurutin kata orang tuanya, pasti mereka kena marah. Jadi mereka enggak punya pilihan untuk menolak. Secara enggak langsung, yang membuat mereka disiplin itu orang tuanya bukan mereka sendiri.
 Coba bandingkan dengan gue. Gue masih punya pilihan tiap kali disuruh orang tua. Ibu enggak memaksa gue bangun pagi. Jadi kalo ibu ngebangunin gue pagi-pagi, gue masih punya pilihan untuk menolak bangun, dan meneruskan tidur. Ibu juga enggak keras menyuruh gue kuliah atau sekolah, jadi gue masih punya pilihan buat bermalas-malasan.
Dari semua itu, gue sadar, yang gue perlukan cuma satu: menentukan pilihan.
Yang gue perlu lakukan adalah memilih pilihan yang benar. Gue harus memilih untuk bangun pagi, sekalipun gue punya pilihan buruk, yakni bangun siang. Gue cuma butuh untuk memilih rajin kuliah, sekalipun gue punya pilihan untuk males ngampus. Gue harus memilih giat bekerja sekalipun gue punya pilihan untuk males bekerja. Gue harus memilih giat beribadah, sekalipun gue punya pilihan untuk males ibadah.
Dengan memilih pilihan yang baik ketimbang pilihan yang buruk, gue sadar, gue berusaha menjadi disiplin dengan usaha gue sendiri. Yang menjadikan gue disiplin adalah gue sendiri, bukan orang tua. Iyah, gue sadar, justru orang seperti gue, yang punya dua pilihan ini, lebih hebat jika memilih pilihan yang baik, ketimbang mereka yang rajin karna enggak punya pilihan lain.
Gue pn tersadar, gue punya kesempatan untuk menjadi hebat dikemudian hari, asalkan gue memilih pilihan yang baik, ketimbang pilihan buruk dari pilhan-pilhan yang ada.
Gue enggak perlu lagi menginginkan dididik keras, dipaksa, atau diancam. Gue yakin bisa memilih pilihan yang baik, disaat gue punya pilihan yang buruk. Dan menurut gue itu lebih hebat, ketimbang mereka yang berbuat baik karna enggak punya pilihan untuk berbuat buruk.

No comments:

Post a Comment

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter