Friday 24 August 2012

Apes Day

Share it Please

Keapesan memang enggak pernah lepas dari hidup ini. Hidup tanpa apes itu berasa lempeng, enggak enak, enggak  berasa. Kalo diibaratkan, hidup tanpa apes itu seperti kita makan mie tanpa mangkok. Coba lo bayangin, makan mie enggak pake mangkok. Enggak enak, kan? Sumpah, ini perumpamaan yang maksa banget.
Kehidupan gue juga enggak pernah lepas dari moment-moment apes. Keapesan dateng silih berganti, layaknya tamu-tamu di sebuah hajatan: dateng beramai-ramai, menghampiri dan menyalami satu-persatu, enggak habis-habis. Begitu juga dengan keapesan, satu-persatu ‘menyalami’ gue.
Suatu hari gue sedang akan menghadapi ulangan harian Biologi, nah, malem harinya gue belajar Matematika dengan semangat dan membabibuta. Eh, besok paginya saat ulangan gue enggak bisa jawab dan akhirnya dapet nilai jelek. Apes banget, kan? Ini apes apa bego? Mau ulangan Biologi kok ngapalin Matematika?
Keapesan gue terus berlanjut. Ketika di bangku kuliah ini, gue masih beberapa kali mengalami keapesan. Tapi, ada satu di antaranya yang membekas di ingatan. Keapesan itu terjadi di semester dua, tepatnya saat gue menjalani Ujian Tengah Semester (UTS).

Jadwal masuk UTS saat itu adalah jam delapan tepat. Karna jarak rumah gue dengan kampus cukup  jauh, sekitar 25 km, jadi gue harus berangkat pagi-pagi banget. Medan yang gue tempuh juga sangat menantang, seperti: rute yang berkelok-kelok, kontur jalan yang bergelombang, sampe rentetan polisi yang suka merazia mendadak kendaraan yang lewat.
Saat itu aroma keapesan mulai tercium oleh telinga gue sejak pagi sebelum gue berangkat ngampus, dan terdengar gemuruh keapesan oleh mata gue, lalu muncul percikan-percikan keapesan yang terlihat jelas oleh hidung gue. Ya, indra yang gue punya memang suka bertukar tugas seperti ini. Bener aja, saat itu gue bangun kesiangan. Apes! Harusnya jam tujuh gue suda berangkat ngampus, tapi ini jam tujuh malah baru bangun. Dikarenakan selese nyubuh gue suka tidur lagi, jadi deh bangunnya suka kesiangan, ya ampun, mana kali ini UTS lagi! Gimana kalo gue telat masuk kelas sedangkan ujian suda selese, coba?
Tapi, kalo dipikir-pikir, masalah kesiangan itu gue suda terbiasa sih. Suda biasa kesiangan, jadi bukan sesuatu yang begitu apes.
Layaknya orang yang kesiangan berangkat ngantor, gue jadi melakukan segala hal dengan buru-buru. Gue mandi jadi buru-buru: guyur sekali, lanjut sabunan, guyur lagi sekali, terus sikat gigi, kumur-kumur, telen, biar cepet! Sarapan juga gue jadi buru-buru: ambil nasi, ambil lauk, buka mulut, masukin, telen. Enggak dikunyah, biar cepet! Nanti dijalan gue meremas-remas dan membentur-benturkan perut gue supaya makanan yang enggak sempet gue kunyah tadi hancur dan bisa dicerna dengan baik. Kalo begini bukan cuma makanannya yang hancur, usus, hati, ginjal, dan empedu gue juga bisa-bisa hancur!
Di perjalanan, gue mengendarai motor secara binal. Gue kebut motor Supra Fit gue dengan sepenuh jiwa dan raga. Akhirnya gue sampe juga di kampus sekitar jam delapan kurang. Dan untungnya ujian belom dimulai. Fyuh!
Gue memasuki ruang UTS. Hawa disini berasa enggak enak. Rasanya tuh dingin, lembab, dan hening. Ini di kelas apa di goa, ya?
Setelah di kelas, kemudian gue duduk tenang. Sebentar gue menikmati suasana ruangan saat itu. Enggak lama kemudian gue merasakan sesuatu yang aneh. Tapi sesuatu itu enggak asing bagi gue. Gue coba menelaah dari mana datangnya rasa aneh tersebut. Gue merem-melek untuk merasakannya. Setelah beberapa menit, gue sadar, ternyata rasa aneh itu berasal dari diri gue sendiri. Rasanya mengganjal dan ada sesuatu yang ingin keluar dari badan kekar gue ini. Oh, ternyata gue  mules! Gue baru sadar ternyata suda tiga bulan ini gue belom ‘nyetor.’ Uh, gue panik! Gue coba gonta-ganti posisi duduk. Posisi kaki selonjor gue ganti dengan menyilangkan kaki, enggak ada perubahan. Lalu gue kembali ganti posisi menjadi menyenderkan punggung, nah sedikit berkurang mulesnya. Enggak lama kemudian muncul kembali rasa mules biadab itu. Aduh, bener-bener eggak oke. Terus aja gue gonti-ganti posisi, dari posisi nyender, selonjoran, rebahan, ngangkang, guling-guling, sampe sikap lilin, semua uda gue coba tapi tetep enggak ada perubahan.
Gue melirik jam dinding, waktu menunjukan jam delapan kurang sedikit, sebentar lagi UTS dimulai. Disini gue  harus mengeluarkan keputusan maha penting, antara ingin menetap di kelas dengan penderitaan menahan mules sedangkan UTS akan berlangsung selama empat jam, gue enggak tau akan jadi seperti apa limbah yang diendapkan selama empat jam itu nantinya, atau gue memutuskan pergi ke kamer mandi sebentar untuk menuntaskan hajat suci ini dengan resiko telat UTS. Huwaw, pilihan yang membingungkan. Baiklah, dengan perhitungan yang sangat matang, akhirnya gue memutuskan untuk cabut ke kamer mandi.
‘Eh, nitip tas gue ya!’ kata gue ke temen sebelah.
‘Mau kemana?’
‘Kantin bentar’ enggak enak banget kayaknya kalo gue jawab begini, ‘Ke WC dulu. Mules banget, Coy!’
Gue berjalan agak cepat. Terus terang ini memang menyiksa. Gue harus berjaan cepat tapi disisi lain gue harus menahan ‘desakkan-desakkan’ di perut gue ini.
BUAK!! Gue buka pintu WC dengan penuh napsu. Setelah itu gue buka keran. Damn it! Aernya mati. Aduh, bagaimana ini? Disaat genting dan sangat mendesak seperti ini, masih sempet-sempetnya gue dipertemukan dengan keapesan, WC keran mati. Itu artinya enggak ada aer. Kampret! Gue harus memutar otak kalo begini. Gue mulai memutar-mutarkan kepala gue supaya otak gue berputar. Lama-kelamaan gue meningkatkan frekuensi putaran kepala gue, supaya otak gue bisa berputar lebih cepat. Tadaa... akhirnya gue mendapatkan ide. Gue coba ke kamer mandi gedung fakultas sebelah, mudah-mudahan keran disana subur sehingga aernya berlimpah.
Jarak antara gedung fakultas gue dengan gedunng fakultas sebelah memang dekat, tapi dengan keadaan gue yang sedang menahan mules begini sehingga jalan pun harus ngangkang, rasanya gue sedang akan menempuh perjalanan Aceh—Irian.
Sesampainnya di  WC gedung sebelah, gue langsung dobrak pintu. Lalu gue masuk dan buka keran. ‘CURRR!!’ suara aer. Syukur, sesuai perkiraan gue, aer disini  melimpah.
Enggak butuh waktu lama, gue langsung perosotin celana dan bersiap mengeksekusi kloset malang yang gue jongkokin saat itu. Iyah, di WC itu adanya kloset jongkok.
Enggak perlu susah payah ngeden, cukup dengan melepaskan napas, hajat suci tersebut pun keluar dengan indahnya.
Saat itu aer keran sengaja tetap gue nyalain walaupun aer sudah penuh. Hal itu gue lakukan untuk mengalihkan suara dentuman ketika gue mengeksekusi kloset malang tersebut, supaya enggak terdengar keluar.
Setelah puas mengeksekusi, gue berdiri dan langsung lari keluar. Ya enggak, lah! GILA!
Akhirnya lega juga. Gue langsung bersih-bersih dan memakai kembali celana gue. Setelah semuanya beres dan gue sedang membenarkan ikat pinggang, kemudian terdengar suara ‘CEPLUK’ gue kaget, ‘Apaan tuh?’ kata gue dalem hati. Gue coba mencari tau suara apa tadi. Gue liat ke sekeliling, dari mulai langit-langit, pintu, sampai lantai WC-nya, semuanya baik-baik aja, enggak ada tanda-tanda mencurigakan karna suara tadi. Tetapi ketika gue membalik badan ke arah kloset, gue menemukan hal yang menggegerkan sekaligus membuat gue shock. Yang gue liat saat itu adalah sebuah dompet berwarna hitam sedang tergeletak di dalem kloset. Itu membuat pertanyaan besar di otak gue, ‘Dompet siapa, nih? Kenapa tiba-tiba ada dompet di dalem kloset?’ kata gue. Gue coba periksa saku belakang gue, tempat gue biasa nyimpen dompet. Oh my God, kosong! Saku gue kosong! Oh ya ampun, ternyata itu dompet gue. DOMPET GUE!! Ternyata suara ‘CEPLUK’ tadi adalah suara dompet gue yang nyemplung ke dalem kloset. ‘Ya Awloh! Kenapa Bisa Begini?’ Karna panik, jadi gue sempetin poto-poto dulu saat itu. Edan!
Berikut adalah penampakan dompet malang gue yang sempet gue abadikan.

Dompet binal 1
Dompet binal 2

Nyemplungnya dompet gue tadi adalah tanda lanjutan dari keapesan gue. Setelah itu yang ada dipikiran gue adalah bagaimana cara gue memungut dompet gue itu. Rasanya najis banget harus ngobok-ngobok kloset buat ngambil dompet, iywh!
Akhirnya gue memberanikan diri. Dengan segenap keterpaksaan dan ketidakikhlasan, gue memungut dompet binal tersebut dengan jari telunjuk dan jempol gue, sedangkan jari-jari gue yang laennya dalam keadaan ngetril.
Setelah gue amankan dompet tadi, gue langsung kembali ke kelas. Seperti perkiraan gue sebelumnya, gue telat masuk kelas gara-gara mules tadi. Yah sudahlah, gue terima keapesan ini.
Di kelas, gue mengerjakan semua soal UTS dengan baik, baik melihat jawaban ke temen maupun melihat catetan yang gue sembunyikan di celana. Sungguh cara mengerjakan soal yang sangat baik!
Selesai UTS, gue langsung pulang. Di rumah, gue akan langsung menghapal materi UTS buat besok.
Ternyata keapesan gue hari itu belom juga berhenti. Di perjalanan pulang, gue kena razia polisi. Gue ditilang!
Sebenernya ketika dijalan, ketika gue melihat ada razia dari kejauhan, gue berasa tenang dan santai. Gue rasa perlengkapan yang gue kenakan saat itu enggak bermasalah: helm ada, pengaman dada ada, cuman pacar aja yang enggak ada. Tapi saat itu ada seorang polisi yang berdiri di tengah jalan dan berusaha menghadang laju gue. Posisi pak polisi tersebut berdiri tegak tepat ditengah jalan menghadap ke arah gue, kemudian dia meregangkan kedua kakinya sehingga terlihat ngangkang maksimal, lalu kedua tanganya direntangkan ke kanan dan kiri sambil niup-niup sexophone priwitan. Dengan posisi seperti itu, dimata gue dia lebih terlihat seperti orang yang sedang melakukan pemanasan sebelum melakukan senam untuk ibu-ibu hamil.
Akhirnya dengan terpaksa gue menepikan motor. Kemudian pak polisi menghampiri gue dan bilang, ‘Slamat siang, Pak. Mau kemana?’ Terus terang gue merasa seperti orang yang suda uzur saat itu. Sumpah, merasa tua banget kalo dipanggil ‘Pak’.
‘Mau pulang, Pak’ kata gue.
‘Kemana?’ dengan suara datar, dia nanya lagi.
‘Ke Rumah, Pak’ jawab gue.
‘Rumahnya dimana?’ si bapak nanya lagi, kali ini dengan nada agak tinggi.
‘Jauh, Pak!’ jawab gue lagi.
‘Jauhnya dimana, ih?’ dengan gerakan gemulai dia menghentakan satu kakinya ke tanah dan mulutnya sedikit manyun. Kayaknya dia mulai geregetan. Gue sedikit aneh melihat ekspresinya yang barusan. Gue mulai berpikir yang enggak-enggak.
‘Pokoknya jauh deh, Pak!’ kata gue lagi.
‘Iywh, kamu mah. Dimana, sih? sedikit mendesah. ‘Sebel-sebel-sebel, deh!’ lanjut dia sambil mukul-mukul manja dada gue. Ternyata bener, si bapak tersebut gemulai sekali.
Melihat tingkah laku dia, gue enggak mau kalah, gue bilang ke si bapak, ‘Umm, kasih tau enggak yaaa?’ gue sambil melintirin manja kumis dia.
Stop-stop! Gue rasa pembicaraan ini enggak usah dilanjutkan lagi. Ngawur!
Oke, intinya gue ditilang karna enggak menggunakan plat nomer asli. Ini adalah pertama kalinya gue merasakan tilang. Yang ada di pikiran gue adalah apa yang harus gue lakukan setelah kena tiang.
‘Sini sebentar, Pak’ pak polisi tadi memanggil gue, dia sambil menulis surat cinta tilang buat gue kemudian STNK gue dia tahan. Dengan tatapan tajam si pak polisi bilang, ‘Ini nanti bapak ikut sidang di Pengadilan Sumber, Cirebon!’ sambil menyerahkan surat tilang tadi ke gue lalu berbalik badan.
Karna gue masih polos, lugu, dan belom mengerti masalah tilang-menilang, jadi gue tanya ke si pak polisi, ‘Enggak bisa ikut sidang di Kuningan aja, Pak?' gue kan tinggal di Kuningan sedangkan gue harus menjalankan sidang di daerah Cirebon. Males banget. Setelah gue melayangkan pertanyaan tadi kemudian pak polisi tadi berbalik lagi menghadap gue, lalu hening. Kemudian dengan tatapan biadab dia menatap mata gue dalam-dalam dan bilang, ‘Ya enggak bisa, Pak! Ini wilayah kabupaten Cirebon!’ Waw, gue terhentak. Setelah itu pak polisi berlalu gitu aja.
Gue perhatikan surat tilang itu dengan seksama. Gue liat pasal apa yang gue langgar, kapan tanggal persidangannya, dan laen-laen. Tetapi ketika gue liat tanggal sidang, gue sadar bahwa sidang tersebut digelar hari jumat. Saat itu gue inget bahwa hari jumat itu gue ada perlu penting dan bentrok dengan jadwal persidangan. Kemudian gue kembali menghampiri pak polisi tadi dan dengan polos, imut, dan manisnya gue nanya ke dia, ‘Pak, ini tanggal sidangnya bisa diganti enggak?’
Lalu, dengan tatapan psikopat muntaber dia bilang, ‘Diganti bagaimana, Pak? ENGGAK BISA! Itu sudah terjadwal. Tiap JUMAT!’ Waw, gue terhentak lagi. Kemudian pak polisi berlalu gitu aja.
Setelah itu gue pulang. Lengkap sudah keapesan gue hari itu.
Setelah tragedi tilang tersebut, gue jadi troma tiap kali liat polisi. Intensitas dzikir gue jadi meningkat tiap ketemu polisi dijalan. Bahkan bukan cuma polisi, gue juga jadi troma setiap ngeliat orang yang berpakaian jaket hijau muda menyala, seperti tukang parkir atau satpam.

***

Gue punya waktu dua minggu untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi persidangan. Waktu dua minggu tersebut bener-bener gue manfaatin untuk mempersiapkan mental gue. Gue pun banyak-banyak melakukan aktifitas untuk memperkuat mental, seperti: bermain bekel, rol depan, dan memperbanyak minum oralit.
Untuk memperjelas pemahaman gue tentang tatacara sidang tilang, gue pun menghubungi temen gue, Osep. Soalnya dia sangat berpengalaman dalam masalah sidang tilang. Saat itu dia juga pernah kena tilang karna mengendarai motor enggak menggunakan helm SNI, tapi dengan menggunakan rice cooker sebagai penutup kepala.
Di bawah ini adalah percakapan maha penting gue dengan Osep via SMS.

To: Osep +62896605xxxxx
Sep, lagi di kampus?

From: Osep +62896605xxxxx
Yap, kenapa?

To: Osep +62896605xxxxx
Sep, kenapa ya kalo kita ngupil malem-malem upilnya lebih besar dan berkualitas dari pada upil yang kita timba pas siang atau sore hari?

From: Osep +62896605xxxxx
Itu karena dipengaruhi tekanan udara. Malem hari kan dingin, jadi tekanan udaranya gede. Nah, tekanan udara itu mempengaruhi kualitas produksi upil kita.

Eh, aduh, maap. Gue salah nulis. Bukan seperti itu percakapan yang gue maksud. Kenapa gue jadi buka aib begini, sih?
Oke, ini percakapan yang sesungguhnya.

To: Osep +62896605xxxxx
Sep, waktu itu kamu kan kena tilang. Pas sidang ngapain aja?

From: Osep +62896605xxxxx
Nunggu dipanggil, ditanya ditilang kenapa, terus bayar.

To: Osep +62896605xxxxx
Waktu itu didenda berapa, Sep?

From: Osep +62896605xxxxx
Enggak nyampe 50 ribu. Tapi tergatung hakim dan jenis kesalahan.

To: Osep +62896605xxxxx
Oh, sidang mulainya jam berapa, sih?

From: Osep +62896605xxxxx
Pagi, jam sembilan. Tapi biasa, ngaret!

To: Osep +62896605xxxxx
Oh, oke. Thanks infonya.

From: Osep +62896605xxxxx
Yap, your welcome.

Begitulah kira-kira percakapan gue dengan Osep via SMS. Akhirnya gue punya sedikti gambaran mengenai sidang nanti.

***

Gue jadi kepikiran, betapa beruntungnya mereka yang memiliki teman atau kenalan yang berprofesi sebagai polisi. Mereka enggak usah ribet-ribet ngurusin surat tilang dan juga persidangannya. Mereka bisa minta ke temennya yang berprofesi sebagai polisi itu supaya dipermudah kasus tilang mereka. Sedangkan gue, kenalan yang gue punya cuma abang tukang bubur deket rumah, mas-mas tukang jualan DVD bajakan deket SMA, dan juga palingan temen-temen kampus. Oke, tapi setelah dipikir-pikir, diantara mereka yang paling memungkinkan bisa ngebantu gue adalah temen kampus. Ya seenggaknya bisa nunjukin dan nganter gue ke tempat sidang tilang nanti.
Waktu persidangan semakin dekat, gue memutuskan untuk meminta bantuan ke temen sekelas gue di kampus, Nanda namanya. Dia lelaki tulen, hanya sayangnya di gemar sekali dengan boyband Korea. Cukup disayangkan memang, lelaki perkasa seperti dia tetapi otaknya suda teracuni pemahaman-pemahaman boyand Korea yang mengerikan.
Gue meminta Nanda untuk nganter gue karna gue takut bakal jadi cengok sendirian di tempat sidang nanti, cengok kayak anak autis yang hilang dari pengawasan orangtuanya. Gue juga khawatir ketika selesai persidangan nanti tiba-tiba banyak infotaintment yang mengampiri gue sambil membawa banyak kamera dan ada banyak orang yang menyodorkan mic ke arah gue, kemudian gue enggak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang para infotaintment berikan ke gue nanti. Misalkan pertanyaan yang sulit dijawab seperti ini, ‘Yoga, hari ini anda telah menjalani sidang. Nah, bagaimana perkembangan produksi upil anda sampai saat ini?’ Atau pertanyaan elegan seperti ini, ‘Anda sudah menjalani sidang. Apakah ada variasi terbaru dari suara kentut anda?’ Itu tadi hanya dua dari sekian pertanyaan-pertanyan hebat yang harus gue jawab nanti. Setidaknnya kehadiran Nanda akan membantu gue untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

***

Oke, hari persidangan pun tiba, tepatnya tanggal 18 Mei 2012. Jadi, rencananya adalah gue akan berangkat bareng Nanda. Gue akan jemput  dia di rumahnya dan kemudian kita langsung ke pengadilan untuk mengikuti sidang.
Perlu lo ketahui, ada dua rute untuk menuju rumah Nanda. Saat itu gue memutuskan untuk melewati rute pertama. Gue akui, rute yang pertama ini sangatlah dahsyat. Lo harus memiliki diafragma yang kuat untuk melewati rute pertama ini. Kenapa difragma yang kuat? Ya, karna rute pertama ini kontur jalannya sangat rusak, lo bakal terguncang hebat. Kalo diafragma lo lemah, lo enggak bakal bertahan, Men. Lo bakal gugur di jalan sebelom nyampe tujuan. Bisa-bisa lo berangkat dan pulang tinggal nama. Buat lo yang baru pertama kali lewat rute ini, pasti lo bakal mengira lo sedang berada di Jalur Gaza. Soalnya banyak sekali lobang disana sehingga terlihat seperti jalanan yang habis dibombardir prajurit perang Israel. Selain lobang yang banyak, lobang disana juga ada beberapa yang lumayan dalem. Apalagi ketika musim hujan, itu akan sangat berbahaya. Gue bisa memprediksi bahwa tiap musim hujan dateng, pasti lobang-lobang tersebut bakal penuh terisi aer hujan. Bahkan saking dalemnya, kadang ada lobang yang di dalemnya terdapat buaya rawa. Saking dalemnya lobang!
Sedangkan kalo lo lewat rute kedua, lo harus memiliki ingetan yang kuat. Rute dua ini memang enggak rusak seperti rute pertama tadi, tapi jalanannya berliku-liku dan ngebingungin. Lo bakal seperti sedang berada di sebuah labirin raksasa, Men! Kalo ingetan lo lemah, lo enggak bakal selamet. Bisa dipastikan lo bakal nyasar dan enggak balik ke rumah. Bahkan, bisa-bisa lo bakal jadi santapan srigala buas nan kelaparan di luar sana.
Akhirnya gue dan Nanda meluncur ke lokasi persidangan. Sesampainnya di sana gue bingung. Disana sepi sekali, seperti enggak ada tanda-tanda aktifitas yang berlangsung. Saat itu Nanda berinisiatif untuk bertanya kepada seorang bapak yang sedang duduk di warung yang berada di pinggir jalan. Kemudian bapak tersebut bilang bahwa hari itu enggak ada kegiatan sidang, karna hari itu adalah hari cuti nasional. Shit! Gue suda jauh-jauh dari rumah dan menepuh jarak kurang leih 40 Km dan sesampainya di tempat pengadilan...  ternyata pengadilan sedang libur. Apes banget! Gue berasa perjuangan gue dari rumah yang menempuh jalan jauh dan sangat ekstrim, terutama rute jalan ke rumah Nanda, itu semua berakhir sia-sia. Gue lemes!
Tapi, tanpa gue sangka sebelumnya, datanglah sebuah pencerahan. Saat itu bapak tadi nyuruh gue ke polres setempat. Dia bilang kita bisa nanyain STNK gue yang ditahan disana. Akhirnya gue dan Nanda meluncur ke lokasi.
Sesampainya di sana, gue nanya-nanya ke polisi yang sedang berjaga.
‘Pak, saya mau menanyakan STNK yang ditahan waktu saya ditilang tanggal 18’ tanya gue ke polisi.
‘Oh, bisa diambil di dalem, Mas’ kata polisi. Kali ini gue berasa muda dengan sebutan ‘Mas.’
Kemudian gue turutin kata polisi tadi untuk masuk ke dalem. Lalu gue menemukan sebuah ruangan disana. Gue masuk ke ruang itu. Di dalem ruangan tersebut gue melihat banyak sekali STNK yang ditahan. Petugas di ruang itu pun cerita bahwa ada 600 lebih STNK yang ditahan tiap minggunya, waw! Dan nada ketika dia bercerita tadi cenderung seperti orang sedang curhat. Gue jadi sedih dengernya. Setelah itu gue membayar uang sebesar limapuluh ribu rupiah dan STNK gue pun kembali. Ah, akhirnya masalah kelar. Lega rasanya. Setelah semuanya beres, gue nganter Nanda ke rumahnya, dan lanjut pulang.
Tapi belakangan gue baru nyadar, ternyata limapuluh ribu yang gue bayar saat di polres itu adalah uang tebusan. Ya jadinya uang itu masuk ke kantong pribadi oknum petugas polisi disitu. Beda kalo kita ikut sidang, denda di sidang bakal masuk ke kas negara. Duh, gue jadi nyesel euy!

4 comments:

  1. astaghfirullah, kamu kebanyakan dosa deh kayaknya..

    syukurnya saya gak pernah kek gitu..

    wkwkwk

    ReplyDelete
  2. Segalanya...
    Ada hikmahnya...:)
    semangat sobb...!

    ReplyDelete

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter