Sunday 24 January 2016

The X-Rider

Share it Please

Aku terus mengayuh sepedaku dengan cepat. Ini tidak mudah. Keadaan jalanan yang padat membuatku harus sigap meliak-liuk diantara kendaraan yang merayap. Seperti biasa, lalu lintas Jakarta tidak pernah lengang. Aku menoleh ke belakang, polisi itu masih mengejarku dengan sepeda motornya. Jika aku terus jalan lurus seperti ini, pasti dia dengan mudah menangkapku. Kecepatan sepeda balapku tak  sebanding dengan kecepatan motor polisi itu.

Lampu lalu lintas menyala merah tepat di persimpangan di depanku. Melihat sign “Kiri Jalan Terus,” aku memilih menikung ke kiri agar tidak terjebak kendaraan kendaraan yang mengantri menunggu lampu berubah berwarna hijau. Dengan pengalamanku bersepeda lebih dari lima tahun, dengan mudahnya aku menikung dengan kecepatan tinggi. Sambil membenarkan posisi helm sepeda yang ku kenakan, aku kembali mempercepat kayuhan sepedaku. Sesaat setelahnya, pandanganku kembali ku lemparkan ke belakang, polisi tersebut baru keluar dari tikungan. Dia terlihat kesulitan dengan sepeda motor bertenaga 1000 cc-nya yang harus menikung dengan cepat di tikungan yang dipadati kendaraan terjebak lampu merah. Hampir saja polisi itu menabrak tukang batagor yang sedang berjualan di bahu jalan. Ia nampak tertinggal jauh di belakangku.

“Pengendara sepeda Polygon hitam. Berhenti!” teriak polisi tersebut.

Aku tak menoleh kebelakang. Dari keras suara speakernya sudah menandakan ia tidak lagi berjarak jauh dariku. Dia semakin dekat. Aku harus kembali berbelok untuk menjauhkan jarakku darinya. Namun sepertinya ini akan menjadi sulit. Jalan yang ku lalui ini terlalu panjang. Sama sekali tidak ada tikungan dalam jarak yang dekat. Aku melihat persimpangan yang masih jauh di depan sana. Kuperhitungkan jaraknya sekitar 700 meter.

“Cepat berhenti!”

Aku menoleh kebelakang. Kini jarak polisi itu sudah sangat dekat, sekitar 100 meter. Sayup-sayup suara sirine-nya makin terdengar keras. Aku bisa membayangkan jika dia mampu mengejar kecepatanku, dia akan memepetku dan membuatku tersungkur.

Kembali ku sapu pandanganku ke depan. Ada sebuah truk peti kemas tepat di depanku. Lajunya amat lambat. Aku harus menyalipnya. Aku mencoba mengambil jalur kanan. Sial. Terlalu ramai kendaraan. Aku kesulitan mendahuluinya.

Sore hari di Priok adalah waktu terpadat. Truk-truk peti kemas hilir mudik memadati jalan.

Aku nekad mengambil jalur kiri yang sangat sempit. Jarak badan truk dengan trotoar di sebelah kiriku sangat dekat. Aku seolah terhimpit antara truk di sebelah kananku dan trotoar di sebelah kiriku. Aku terus mempercepat kayuhan sepedaku. Namun sial. Di depan sana ada sebuah sedan menepi. Ia menutupi jalanku. Aku tidak biaa menambah kecepatan lagi. Truk sialan ini juga makin cepat melaju dan memepetku. Aku tidak akan berhasil.

Tidak ada pilhan lain, terpaksa aku mengambil trotoar.

“Woy monyet! Lo mau nabrak gua?!” seorang pejalan kaki memakiku karna hampir saja kuserempet.

Suasana trotar amat ramai oleh pejalan kaki. Mereka melakukan banyak aktifitas di sore ini. Sial. Kenapa di saat genting seperti ini, ada saja yang menhalangiku.
Seorang kakek berjalan di tengah trotoar. Ia berjalan dengan lambat dan tertatih-tatih. Aku berteriak, “Paak… minggir! Awas saya tabrakk!!”

Kakek itu tetap tak bergeming.

Aku terus melaju dengan kecepatan tinggi.

“Paak… Awass!!!” terikaku makin kencang.

Orang sekitar melihat ke dua arah: kepadaku dan kepada sang kakek.

Aku melihat ke belakang, tapi aku tidak melihat keberadaan polisi itu. Namun, bunyi sirine tetap terdengar nyaring.

Aku kembali melihat ke depan di saat sang kakek sudah tepat berada di depanku. Aku terkejut. Spontan aku berteriak sambil memejamkan mata, “AAAAAAHHHHHH...”

Setelahnya aku membuka mata. Dimana kakek itu? Ucapku membatin.

Aku melihat ke belakang. Sang kakek jatuh tersungkur di pinggri trotoar sambil di dekap oleh seorang perempuan. Sepertinya perempuan itu menarik sang kakek tepat sesaat sebelum aku menabraknya. Aku sempat memerhatikannya sekilas. Ia gadis muda, seumuran denganku. Rambutnya lurus panjang se punggung. Kulitnya kuning langsat. Ia mengenakan celana jeans dengan robekan di lutut dan pahanya. Sebuah sweater cokelat membalut kaus hitam polos yang ia kenakan. Ransel berwarna hitam ia kenakan di punggung. Cantik. Aku sempat berdebar saat melihat ke dalam matanya dari jauh sini. Tatapan matanya begitu tajam namun tak terbaca. Dari sorot matanya aku tak bisa menyimpulkan apakah dia marah, terkejut, atau ketakutan.

Dari jauh aku melambaikan tangan “viss” yang menunjukan, “maaf.” Sesaat ketika ku hendak memalingkan pandang ke depan, aku melihat sang polisi mengambil jalur kanan, menyalip diantara kendaraan yang datang dari arah berlawanannnya. Ia nampak melambat karna begitu padatnya kendaraan yang datang dari arah berlawanan. Sekalipun sirine sudah dibunyikan, masih saja polisi itu kesulitan karna pengendara enggan untuk menyingkir. Ya beginilah kelakuan berkendara orang indonesia. Sirine, lampu lalulintas, zebra cross mereka lalaikan keberadaannya.

Ini kesempatanku untuk menjauh.

Persimpangan sudah semakin dekat. Aku akan menikung ke kiri. SIAL!!

Sebuah truk berhenti sambil menikung ke kiri. Nampaknya sang supir salah mengambil perhitungan. Truk tersebut terlalu rapat dengan trotoar. Jadi jika dipaksakan berbelok, ban belakangnya akan mentok terhalang trotoar. Nasib mujur jika ban belakang truk tersebut kuat menaiki trotoar. Namun dilihat dari muatannya yang banyak, truk itu tidak mampu jika ban belakangnya terhalang trotoar.

Sialnya truk itu menghalangi jalurku untuk berbelok ke kiri. Aku memutusakn untuk mengambil jalan lurus.

Sepedaku berbelok dari trotoar, ke tengah ruas jalan, tepat di garis putus-putus pemisah jalur. Ku percepat laju speda ini. Lampu lalu lintas berbuah hijau, aku pun mempercepat laju sepeda. Sebuah mobil SUV di depanku melaju melebar ke tengah. Dengan cepat aku mengerem sekuat tenaga. Sial. SUV itu memotong jalur ku. Aku berusaha mendahulinya. Aku memiringkan kepala ke kanan, melihat apakah ada kendaraan dari arah berlawanan yang datang. Ada sepeda motor, dan agak jauh dibelakangnya sebuah truk peti kemas tanpa muatan. Aku mengambil keputusan untuk menyalip SUV tersebut.  Sepedaku melaju di jalur kanan. Motor dari arah berlawananku semakin dekat. Aku berhasil melewati SUV tersebut, dan nyaris bersenggolan dengan motor.

“POANGGG,” klakson truk tedengar nyaring. Aku segera membelokan sepeda ke sisi kriri. Hampir saja aku disambar truk peti kemas yang datang dari arah berlawanan.

Lampu lalu lintas sudah berubah kuning. Aku harus bisa melewati lampu itu. Kalau sampai lampu berubah merah. Aku akan terjebak di antrian kendaraan ini dan sudah dipastikan tamat riwayatku.

“Segera berhenti pengendara sepeda Polygon hitam!” teriak polisi yang mengejarku melalui pengeras suaranya.

Aku tak memikirkan sudah berapa dekat jaraknya denganku. Satu-satunya yang kupikirkan adalah aku harus melewati persimpangan itu sebelum lampu lalu lintas berubah menjadi merah.

Jarakku semakin dekat dengan persimpangan, hanya tinggal beberapa meter saja. Tepat ketika ban depan spedaku menyentuh zebra cross, lampu berubah merah. Namun aku tetap melaju.

Tepat di tengah persimpangan, aku menoleh kekiri. Aku melihat truk yang salah belok tadi sedang mencoba mundur. Aku memalingkan pandang ke kanan, sebuah truk peti kemas berwarna hijau mulai melaju. Lampu lalu lintas di jalurnya sudah menyala hijau rupanya. Nampak lampu sein sebelah kirinya menyala, menandakan truk itu akan belok ke kiri.

Aku terus melaju sambil menoleh ke belakang. Sang polisi makin memacu kecepatan motornya. Ia mengambil jalur kanan. Sirine keras mengiringi laju motornya.

“Polygon hitam cepat berhenti!”

Di kecepatan yang tinggi itu, ia dikagetkkan dengan truk petikemas hijau tadi yang berbelok mengarah kepadanya. Ia tak mampu menghindar. Truk pun tak mampu berhenti mendadak. Bahkan untuk membunyikan klakson saja truk itu tidak sempat. Semua terjadi begitu cepat. Tidak bisa dihindari lagi. Akhirnya polisi tersebut tergilas oleh roda depan truk. Sementara itu sepeda motornya masuk ke kolong truk.

Aku terkejut melihat kejadian itu. Orang sekitar segera berlarian menghampiri truk dan polisi tersebut. Mungkin selanjutnya supir truk akan dihajar habis-habisan. Orang-orang akan main hakim sendiri.

Aku berhenti mengayuh sepeda. Aku biarkan sepeda berjalan tanpa kayuhan sambil pandanganku tetap ke belakang, tak beralih memerhatikan kerumunan orang yang sudah mengitari truk. Salah seorang warga membuka pintu truk dengan paksa. Dua orang lainnya memukul-mukul bagian depan truk. Beberapa lainnya lagi berusaha mengevakuasi sang polisi.

Memilukan memang kejadian di depan mataku ini. Namun setidaknya aku sudah terbebas dari kejarannya. Kembali ku arahkan pandang ke depan.

Belum juga aku sempat melihat jelas ke depan, tiba-tiba “BUAKK!”

Aku tak tahu pasti apa yang terjadi. Yang jelas tubuhku terpental keras ke udara. Aku melihat langit, kendaraan ramai di jalan, semua berputar-putar tak menentu. Aku merasakan pusing yang amat sangat. Setelah puas berputar-putar di udara, tubuhku terhempas ke bawah. Aku tak tahu pada apa tubuhku mendarat. Kini tubuhku terlentang kaku. Aku hanya mampu menatap langit tanpa bisa menggerakkan badanku. Perlahan semuanya menjadi gelap.


To be continued....

No comments:

Post a Comment

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter