Friday 7 September 2018

Marah Kepada Murid

Share it Please


Sumpah judul di atas enggak bagus sama sekali. Gue enggak punya ide untuk memberi judul yang baik saat ini. Intinya gue mau cerita di saat gue marah kepada murid.

Saat ini gue sedang menjalani PPL di suatu sekolah di Lembang Jawa Barat. Gue menjalani praktik ngajar selama tiga bulan. Seperti yang mahasiswa PPL lainnya rasakan, gue juga males menjalani PPL ini. Males menghadapi siswa-siswa. Tingkahnya pasti susah diatur. Berdasarkan pengalaman gue waktu PPL sebelumnya, siswa paling sering bikin kesel, bikin BT, bikin emosi.

Namun demi menjalankan amanah dari negara untuk menjadi guru profesional, gue hadapi semua hal menyebalkan itu. Sungguh jiwa nasionalisme gue tidak usah dipertanyakan lagi. Begitu juga jiwa nasionalisme seluruh guru di Indonesia. yang harus dipertanyakan mah jiwa nasionalisme pemerintah tuh. Masih suka korupsi untuk memperkaya diri sendiri. Hih!

Betul saja apa yang gue duga sebelumnya. Saat gue masuk ke kelas IX-G gue langsung dihadapkan dengan siswa-siswa yang nyebelin.

“Oke. Listen up!” kata gue meminta perhatian kepada siswa. Namun mereka seakan tidak mau mendengarkan. Gue ngomong di depan kelas, masih ada aja siswa yang ngobrol di belakang seakan mereka pikir guru yang menerangkan di depan kelas sama sekali enggak penting.


Gue merasa aneh banget gitu dengan sikap mereka. Dulu waktu gue sekolah, jangankan ngobrol kenceng di kelas saat ada guru menerangkan, meleng sedikit aja gue takut.

Dulu guru-guru gue memang galak. Sehingga mereka ditakuti. Namun memang itulah metode yang tepat untuk menghadapi siswa-siswa di Indonesia yang begtiu karakternya.

“Listen to me, class!” pinta gue sekali lagi.

Anak-anak mulai memerhatikan. Di antara mereka mulai meminta teman-temannya untuk diam.

“Heh, jempe hehh!” ucap seorang anak kepada temannya.

Akhirnya kelas tenang setelah gue meminta perhatian kira-kira lima kali.

Gue harus bersusah payah hanya untuk meminta perhatian. Guru jaman dulu mah sekali gebruk meja aja udah dapat perhatian dari siswanya.

Di pertemuan selanjutnya kelas IX G masih ribut. Namun kali ini ributnya makin menjadi-jadi. Saat gue sedang menerangkan di depan kelas, ada anak yang lari-larian dan mainin botol untuk mukul temannya. Bayangin, gue lagi ngajar, anak berani lari-larian di dalam kelas. Kurang ajar!

Saat itu juga gue emosi. Marah gue naik sampai ke ubun ubun. Gue meledak.

“DIAM!” kata gue.

Anak-anak langsung diam mematung.

“Maneh sih!” ucap seorang anak menyalahkan temannya.

“KAMU JUGA DIAM!” tunjuk gue pada anak itu.

Bukannya sadar, dia malah nengok ke belakang. Dia kira gue nunjuk anak yang di belakngnya kali.

“KAMU YANG NENGOK KE BELAKANG!!” Teriak gue kencang.

Kelas menjadi tegang. Anak-anak diam mematung. Emosi gue sudah meledak di ubun-ubun.

Setelah marah, kelas menjadi berbeda rasanya. Seperti ada gap antara gue dengan murid. Namun biarlah. Mereka sudah keterlaluan. Pagi itu gue keluar kelas IX-G dengan cuek. Males banget rasanya ngajar mereka.

Gue melangkahkan kaki ke luar kelas tanpa sapaan pamitan seperti biasa. Gue menenangkan diri di ruang guru sambil duduk bersandar di kursi gue.

Gue ingat-ingat lagi kejadian saat gue marah di kelas tadi. Gue merasa puas sudah memarahi anak-anak. Emosi gue tersalurkan. Senang rasanya. Namun semakin lama gue memikirkan kejadian tadi entah mengapa suasana hati gue jadi makin berbeda. Yang tadinya senang sudah memarahi anak-anak sehingga mereka diam, malah jadi timbul perasaan tidak enak. Gue jadi gelisah karena kelepas emosi tadi.

Seharian suasana hati gue enggak tenang. Sekarang malah timbul perasaan menyesal sudah memarahi anak-anak. Ini kok malah jadi gini sih? Kata gue membatin.

Hari itu rasanya ingin gue mandi di bawah shower hangat. Memikirkan kenapa gue bisa marah sama siswa. Kalau di film, ini adalah adegan dimana seorang lelaki basah-basahan di bawah shower dengan pakaian lengkap. Kedua tangan menutupi wajahnya. Dia bersandar ke tembok lalu perlahan merosot ke posisi jongkok karena tak kuat menahan berat beban penyesalan di pundaknya.

“Maafkan bapak sudah marah, Nak,” kata gue membatin.

Kedepannya gue akan coba strategi berbeda dalam menenangkan siswa. Asalkan jangan marah. Nanti gue merasa bersalah.

5 comments:

  1. Sabar pak eko haha murid mah emang lagi masa-masanya berkreasi wkwk

    ReplyDelete
  2. Emang gitu sih, Mas. Aku juga pernah merasakan hal yang sama. Memang untuk menenangkan anak-anak sekarang sama yang dulu beda. Harus punya trik tersendiri, Mas..hehe

    ReplyDelete
  3. Aku sering denger dari mamaku sih, soalnya mamaku guru. Emang bener kok makin ke sini anak-anak semakin susah diatur. Jadi guru sekarang serba salah, mau di diemin tapi kan tugas guru menasehati, sedangkan kalo dimarahin kadang ada anak yang lapor ke orang tua terus orang tuanya ngamuk ngamuk di sekolah. kalo udah gitu keliatan deh orang tuanya yang ga bener hahaha, anaknya salah masa malah dibelain. kecuali kalo gurunya udah keterlaluan sampe mukul keras yang membahayakan murid, kalo itu, jangan sampe ya hehehe

    ReplyDelete
  4. Marah itu manusiawi. Tapi emang jaman udah beda. Perlu inovasi baru untuk itu. Beberapa orang menerapkan caranya masing2. Postingan ini hanyalah uneg.

    Gue ngejelasinnya udah guru banget.

    ReplyDelete
  5. BROKER AMAN TERPERCAYA
    PENARIKAN PALING TERCEPAT
    - Min Deposit 50K
    - Bonus Deposit 10%** T&C Applied
    - Bonus Referral 1% dari hasil profit tanpa turnover

    Daftarkan diri Anda sekarang juga di www.hashtagoption.com

    ReplyDelete

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter