Thursday 29 June 2017

Ternyata, Memasak Sungguh Melelahkan

Share it Please

Saat ini gue lagi berlibur bersama seluruh guru bantu dari pusat yang ditempatkan di Nias Selatan. Liburan kami enggak aneh-aneh pergi ke Bali, atau ke Eropa. Kami hanya kumpul di pusat Kabupaten Nias Selatan. Menghabiskan waktu bersama menikmati jaringan listrik, jaringan seluler, dan suasana yang lebih Islami dibandingkan tempat penempatan kami yang jauh dipelosok, jauh dari jaringan listrik dan sinyal, jauh dari mesjid atau bahkan musola.

Kami tinggal beramai-ramai di sebuah tempat penginapan. Tempat itu terdiri dari kamar-kamar. Gue tinggal satu kamar dengan temen gue, Reza dan Indra. Mereka guru Bahasa Indonesia. Cowok-cowok tinggal di lantai dua, sedangkan cewek-cewek tinggal di lantai tiga.  Cewek dan cowok terpisah! Enggak gabung. Jadi aman!


Untuk menjamin kelangsungan hidup kami selama di pusat kabupaten ini, kami memutuskan untuk memasak sendiri. Ini jauh lebih hemat ketimbang harus membeli makanan di luar tiap kali makan. Sekali makan harganya bisa sampai dua puluh ribu. Parah kan. Lima puruh ribu bisa habis dalam satu hari. Namun, kalo kami masak sendiri, uang lima puluh ribu bisa untuk bertahan hidup selama tiga hari. Sungguh hemat!

“Ayo makan yuk,” ucap Aulia dengan kelembutan hati turun ke lantai dua mengingatkan anak cowok untuk makan malam.

“Okeh,” jawab gue dengan wajah yang cool.

“Kasih tahu anak-anak cowok yah!” pinta Au, begitu gue memanggilnya.

“Sip,” kata gue dengan wajah yang makin cool.

“Eh, Yoga.”

“Ya, Au?” kata gue makin sok cool dan terlihat semaco mungkin.

“Kamu teh belum bayar iuran. Bayar!”

“O-oh,” wajah gue berubah kaku. “Nan-nanti yah,” kata gue merasa cemen karna udah dua hari makan tapi belum ikut patungan.

Selama dua hari, cewek-cewek terus tanpa lelah memasak untuk kami semua. Dari mulai menyiapkan sarapan pagi, menyiapkan makan siang, sampai memasak untuk makan malam. Semua terjadwal dan pas banget. Masakannya juga enggak asal-asalan kayak semisal hanya masak nasi diuwur-uwur pake Masako Rasa Ayam. Dari sisi gizi, masakan yang mereka buat sungguh seimbang gizinya. Sayur lengkap. Kadang daging ayam. Lalu telur. Bahkan tidak lupa dengan menyiapkan dessert, agar jeli dan es buah.

Superb!

Gue bertanya-tanya atas kegiatan masak-memasak ini semua.

“Au, ini teh kalian masaknya dijadwal?” tanya gue spontan ke Au. Saat itu gue lagi makan di lantai tiga, lantai yang berubah menjadi dapur dan ruang makan. Gue tanya begitu ke Au karna penasaran banget gitu. Cewek-cewek kok kompak banget selalu masak rutin. Apa mungkin diantara mereka membuat jadwal, atau masak bareng-bareng terus. Tapi, melihat betapa complicated-nya seorang cewek, pasti mereka bikin jadwal masak. Karna kan bisa aja gitu diantara mereka menggerutu kek gini, “Ah, dari kemaren gue terus yang masak.”

Atau, “Sebel, masa gue terus yang ganti galon!”

Atau bahkan, “Bangke, itu orang kerjanya tidur-tiduran mulu update instagram photo selfie-nya. Enggak liat apa gue cape masak begini. Mana fotonya lebih cantik dari gue lagi!”

“Nah, iyah dijadwal ajah. Cowok juga masak!” ucap Au tiba-tiba.

“Eh? Ma-maksudnya?” Tanya gue.

“Cowok juga ikut masak.”

Mampus! Kata gue dalem hati. Ini sama sekali enggak gue perkirakan. Pertanyaan gue barusan malah berujung gue harus masak. Beneran sebuah pertanyaan yang blunder.

Namun, gue enggak mau kelihatan cemen. “Okeh!” kata gue mantap.

“Ceu Indri, bikin jadwalnya tuh anak cowok masukin!” kata Au ke Indri. Dia yang membuat jadwal memasak.

“Eh, tapi itu cowok dipisah dari cewek. Biar anak-anak cowok satu genk untuk masak!” kata gue makin sok banget.

Biarlah gimana nanti jadinya kalo anak-anak cowok bersatu padu dalam masak. Moga enggak muncul berita di koran, “Sekelompok Guru Bantu Pusat di Nias Selatan Dilarikan ke Rumah Sakit setelah Keracunan Hidangan yang Dibuat Oleh Temannya Sendiri.”

“Besok mulai berlaku jadwalnya. Kalian cowok-cowok dapet hari pertama!” ucap Indri menjelaskan.

Tibalah Hari Memasak Cowok-cowok

Kami empat cowok gagah bersatu padu memasak untuk kami semua yang berjumlah lebih dari dua puluh orang. Kami mengerahkan seluruh kekuatan dan potensi yang kami punya untuk meracik masakan.



“Haduh, capek,” kata gue ngos-ngosan naek ke lantai tiga sambil bawa galon. Sebelumnya gue dua kali bolak-balik pasar untuk belanja bahan masakan yang enggak terlalu berat. Cuma beli bawang merah, bawang putih, dan daun jeruk. Serta kelapa parut. Baru segini ajah gue udah ngos-ngosan. Cemen memang!

Gue melihat cucian piring numpuk. Melihat cucian yang numpuk gue langsung sebel. Segera gue cuci tuh semua piring. Sengaja gue pilih nyuci piring. Mungkin nyuci piring enggak akan secapek bolak-balik pasar.

Kampret! Pinggang gue. Pinggang gue keram. Nyuci piring numpuk habis dipakai dua puluh orang lebih dalam keadaan jongkok di kamar mandi ternyata capek. Ternyata nyuci piring juga gue lemah. Lemah!

Mungkin kalau selama seminggu gue terus-terusan nyuci piring yang dipakai dua puluh orang lebih tiap makannya, gue bakalan merangkak keluar kamar mandi di hari terakhir sebelum gue dilarikan ke rumah sakin akibat nyuci piring ini.

Piring sudah bersih mengkilap. Kini gue bantu tiga orang teman cowok yang juga memasak, yakni Indra, Reza, dan satu lagi Agi.

Gue kadang bingung gitu saat memulai memasak. Harus apa dulu yang mesti gue lakuin. Kali ini kami akan memasak perkedel. Nah, ini mesti gimana dulu. Apa gue harus kupas kentang dulu. Atau menyiapkan air rendaman dulu. Atau foto selfie lagi masak dulu untuk diupload ke instagram.

Akhirnya pertama-tama gue memutuskan untuk mengupas kentang. Bagi gue ngupas kentang butuh konsentrasi tinggi. Kalau mata pisau ditekan terlalu dalam bisa-bisa bukan cuma kulit kentang yang diambil, tapi daging kentangnya juga keambil. Ini sulit. Gue heran ngeliat cewek ngupas kentang kayaknya gampang banget gitu. Mereka bisa ngupas kentang dengan santai sambil ngobrol ketawa-ketiwi. Mungkin ngerumpiin orang. Bahkan menurut gue mereka bisa ngupas kentang sambil main hula hoop.

Bawang merah juga perlu dikupas. Ini juga enggak kalah ngeselin dari ngupas kentang. Gue enggak begitu ngerti mana kulit bawang yang harus dikupas dan mana lapisan buku dari bawang yang enggak dikupas. Belum lagi mata jadi perih, kayak ngelihat mantan update foto selfie bareng pacar barunya. Dan nampaknya dia lebih bahagia dari pada sebelumnya.

Proses memasak pun dimulai. Agi berinisiatif menggunakan keju Chedar ke dalam adonan perkedel kami.

“Keju?” tanya gue sambil mengangkat alis.

“Iyah, keju. Enak ini,” kata Agi sambil memotong dadu keju.

“Enak sih enak! Tapi sayang lho,” kata gue. Agi terlalu gegabah menurut gue. Keju yang merupakan makanan mahal mau dipake untuk bikin masakan yang kemungkinan berhasilnya sangat kecil. Masalahnya ini tangan-tangan cowok.  Tangan-tangan yang sering masak nasi kelembekan, masak sayur jadi pahit karna kelamaan direbus, gorengan gosong karna kelamaan enggak diangkat.



Proses memasak pun dimulai. Keju benar-benar dipake di sini. Gue enggak perlu menceritakan secara detail gimana step-by-step memasak kami. Yang jelas ini berlangsung lama. Sampai akhirnya masakan jadi.

“Jadi ini teh yang dari tadi dimasak lama?” ucap Indri.

Cukup menohok relung-relung jiwa ucapannya memang, namun ini memang faktanya. Hanya bikin perkedel membutuhakn waktu tiga jam setengah.

Gue pandangin terus nih bentuk perkedel. Lembek. Pecah. Buyar. Kentangnya bertebaran enggak terikat sempurna sama telor. Kejunya berhamburan enggak jelas arah. Basah sama minyak. Ah, parah. Kurang asin lagi menurut gue.

Temen-temen dengan baik hati mulai makan perkedel lembek ini.  Gue selesai masak hanya duduk terpaku. Meresapi peluh keringat yang keluar dari tiap pori-pori kulit. Nafsu makan tergantikan dengan rasa capek.

CAPEK BANGET SUMPAH!

Sebagai cowok, entah gue harus merasa gagal atau merasa enggak guna. Hanya karna masak perkedel aja udah kecapean. Gue jadi salut sama cewek. Mereka masak pasti capeknya kayak gini. Dengan tubuh dan tenaga yang enggak sama dengan cowok, malah mungkin akan lebih capek bagi mereka.

Mangkanya ketika gue punya istri kelak, gue enggak akan membiarkan dia masak sendirian. Gue pengennya kita masak bersama. Supaya enggak capek. Lagi pula, masak bareng istri pasti asik. Pertama-tama gue kejutkan dia dari belakang. Gue peluk dia tiba-tiba dari belakang. Tangan gue melingkar mesra di pinggulnya.

“Sayang, masak apa?” kata gue. Kemudian tangan gue bergerak menyibakan rambut hitam panjang yang menutupi tengkuk lehernya.

“Tumis ampas kecap, Kang,” jawabnya sambil memotong cabe rawit.

“Kita masak bareng yah!” kata gue sambil mengecup lembut tengkuknya.

Dia kegelian.

Selama masak bareng istri pun bakal enggak terasa capeknya karna bisa diisi dengan bercanda. Misal meperin terigu ke pipinya. Lalu istri bales meperin kecap ke hidung gue. Ada mentega di sudut dapur, gue peperin ke jidat istri. Istri ngeliat minyak panas menggolak di penggorengan, ….

O-oke, spertinya ini enggak perlu gue lanjutkan lagi.

Intinya, gue merasa salut sama perempuan yang mau masak. Karna walau kelihatannya ringan, yang namanya masak sungguh melelahkan. Maka dari itu, ada baiknya kita menghabiskan makanan yang dibuat teman cewek, atau nyokap, atau siapaun itu. Ada baiknya kalau masakan nyokap kurang enak, coba lah tetap dimakan. Jaga perasaan hatinya. Jangan malah mencari makanan di luar. Hargai setiap peluh keringat orang yang memasak hidangan untuk kita. Itu!

Well, this is the end of the post. Feel free to write your comment below and share the inspiration!

See youu..  (titik dua bintang)

8 comments:

  1. yooiii

    cowok juga harus bisa masak lho, gak cuma cewek doang yang dituntut bisa masak. Apalagi zaman sekarang kan pada serba instant tuh, jadi skill masaknya bisa berkurang karna hal instant
    HUFT BANGETS

    ReplyDelete
    Replies
    1. yoii, kayak masak nasi goreng, skrg ada bumbu masak nasi goreng instant. makanya skil memasak jaman sekarang masih kalah sama generasi terdahulu.

      Delete
  2. Hm bener banget, masak adalah hal yang melelahkan. Salut sama cewek apalagi ibu-ibu di seluruh dunia yang sanggup multitasking. Bisa masak, jaga anak, bersihin rumah, gils gils, makanya aku sayang banget sama ibu. Tiap kali pulang kampung aku selalu makan di rumah, makan masakan ibu, jarang banget makan di luar kalau sendiri, kecuali emang satu keluarga makan di luar. Bagiku masakan ibu adalah yang paling enak dari segala macam masakan

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, masak memang melelahkan. salut buat cewek cewek.

      Delete
  3. Cowok juga harus bisa masak supaya gak cuma makan mie instan aja gara-gara gak bisa masak hahaha :D Emang kalo cowok mau masak pasti bingung pertama harus ngapain. Dulu saya pernah mau masak ayam goreng, bingung harus ngapain dulu, yang ada malah wajan hangus sama minyak sampe rumah penuh asap hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. wahaha, wajan sampe gosong. apinya kecilin bro!!

      Delete
  4. Gue tau capeknya nyuci piring di kamar mandi sambil jongkok.. you're not walking alone, dude! Hahaha.. btw, gue sepakat sih kalo masak itu gak gampang dan capek. Gue pernah nyobain masak Omurice, hasilnya malah jadi miris.

    ReplyDelete
  5. tanpa wanita, pria memang berpotensi kelabakan mengurusi urusan seperti itu, hahaha. Gue juga ngerasain dulu waktu lagi camping, satu regu isinya cowok semua.. dan memasak kemudian menjadi lebih rumit daripad yang dibayangkan. Mau masak nasi, jadinya bubur. begitulah,

    ReplyDelete

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter