Sunday 9 July 2017

The Dead City

Share it Please

3 Januari 2023.

Dua cangkir kopi mengepul di hadapan kami. Yang satu kopi moka, sedangkan yang lainnya kopi hitam. Aku memilih kopi hitam. Rasanya lebih nikmat dibandingkan kopi yang dicampur krim atau kopi. Rasa pahitnya begitu nikmat tanpa gula. Begitu kehidupan ini yang begitu pahit tanpa gula.

“Jakarta akan menjadi kota mati,” ucap Profesor Jeki. Ia adalah peneliti dan juga ahli geografi. Di usianya yang kini sudah mencapai delapan puluh tahun, ia tetap bekerja sebagai peneliti handal. Dedikasinya dalam dunia geografi dan pemerintahan tidak pernah surut. Mungkin hanya ajal yang menghentikan ia dari penelitan-penelitiannya.

“Apa karna ibu kota kini sudah pindah ke Palangkaraya, anda menganggapnya Jakarta akan mati?” tanyaku heran.

Profesor Jeki hanya terdiam. Ia memajukan posisi duduknya. Lengannya bergerak menggapai secangkir kopi moka yang menurutku kemanisan. Di usia senjanya ia masih sehat. Padahal manusia seumurannya pasti sudah kena diabetes.

“Slurpp... Ah, Manis,” ucapnya seraya meminum kopi. Ia belum menjawab apa pertanyaanku. Dari duduknya ia bangkit. Menuju lemari besi yang berisi berkas-berkas penting. Ia mengambil sesuatu kertas dari tempat yang tersembunyi. Sebuah kertas yang sebesar kertas koran. Ia menunjukan kepadaku. “Coba kamu lihat!”

Aku perhatikan dengan seksama gambar di hadapanku. Sebuah hasil riset komputer yang menunjukan aktivitas tidak wajar di dalam tanah Jakarta. Suhu di dalamnya berubah-ubah drastis. Peta pergerakan angin di permukaannya pun memiliki pola yang tidak wajar. “Aneh sekali Prof. Kenapa Jakarta bisa seperti ini?” tanyaku.

“Ini pengaruh yang timbul dari radiasi luar angkasa yang memapar Jakarta.”

“M-maksudnya? Kenapa bisa?” aku tertarik dengan pembahasan ini.

“Mereka akan datang. Dan kini Jakarta yang menjadi sasarannya,” ucap Profesor sambil meminum kopi moka yang kemanisan itu.

“Mereka siapa?”

“Alien.”


“Hahaha. Bicara apa anda ini. Mereka datang untuk mengambil alih planet ini? Lalu manusia semuanya musnah? HAHAHA!!”

“Betul.”

“A-apa?” tawaku langsung terhenti.

“Pada perang dunia, Amerika dan sekutunya dibantu alien. Mereka berhasil memenangkan perang tersebut atas bantuan alien. Kini para alien meminta imbalan yang tak henti kepada Amerika.”

“Lalu apa hubungannya dengan Indonesia? Apalagi dengan Jakarta?”

“Ameria negara digdaya. Ia seolah memeberi bantuan pinjaman dana, investasi, bahkan bantuan bencana kemanusiaan. Namun dibalik itu semua, mereka adalah lintah darat.”

Kini aku meminum kopi pahitku yang mulai dingin. Aku habiskan dengan cepat.

“Amerika memanfaatkan negara-negara lemah yang ia bantu. Termasuk Indonesia. Kita lihat freeport. Amerika menghisap milyaran kilogram emas di sana. Kini Jakarta yang ia minta.”

“Namun untuk apa? Jakarta setelah kita lakukan penelitian, bukan lah tempat strategis. Hampir tidak ada benda berharga di sana. Mineral habis. Air dalam kondisi tercemar bahan kimia industri. Bahkan udara bersih hanya tersisa 12%. Angka usia hidup rata-rata masyarakat Jakarta tidak akan lebih dari 50 tahun,” jawabku.

“Alien yang memintanya pada Amerika.”

“APA?”

“Jakarta adalah tempat strategis bagi para alien untuk melakukan rencananya. Ia akan mengujicoba koloni barunya. Tempat tercemar seperti Jakarta menjadi medan percobaan ketahanan tubuh para alien baru. Alien yang hidup di tubuh jaringan manusia.”

“Maksudnya alien dan manusia?”

“Mereka kini tumbuh dengan cara baru. Ia tumbuh dalam tubuh manusia. Tubuh mayat manusia yang mati dikumpulkan, mereka menjadi inang untuk alien hidup. Tubuh itu lah nanti yang akan terlihat seolah manusia, namun sebenarnya ia alien yang hidup dalam tubuh manusia. Dengan demikian alien bisa hidup di bumi. Perlahan mereka mendapatkan hak hidup sama seperti manusia. Pada akhirnya yang hidup di bumi ini bukan hanya manusia, tapi juga Alien dalam bentuk manusia.”

“TIDAK MUNGKIN!! Ini seperti cerita dalam film saja. Ini tidak mungkin!”

Profesor Jeki kembali bangkit dari kursinya. Ia mengambil leptop dari meja kerjanya. Kembali ke tempat duduknya kemudian ia menunjukan sesuatu kepadaku. “Kamu lihat sendiri!”

“Apa ini?”

“Saya berhasil memecahkan data yang terenskripsi dari satelit Amerika secara diam-diam.”

Aku perhatikan secara seksama percakapan tersebut. Ini asli. Sebuah percakapan dengan kode enskripsi yang pernah saya pelajari sebelumnya. Ini tidak mungkin. Alien hanya ada di film atau novel.

“Apa yang harus kita lakukan?” ucapku takut. Takut ini akan menjadi bencana.

“Itu tugas kalian, anak muda. Saya tidak perlu melakukan lebih jauh. Usia saya sudah delapan puluh. Tidak lama saya akan mati. Mati bersama kota ini.”

“Jangan bercanda Prof! Kita bisa musnah.”

“Saya hanya memberi tahu kamu ini. Bahwa kalau pemerintah Indonesia berbaik hati, akan ada himbauan bencana yang disengaja. Semua orang harus diungsikan keluar dari Jakarta. Dengan begitu, angka kematian akan berkurang.”

Profesor Jeki bangkit dari duduknya. Ia menuju kamar istirahatnya. “Sudah malam, lebih baik kau pulang. Istirahatlah selagi ada kesempatan untuk istirahat di kamar dengan tenang. Mungkin beberapa waktu lagi kamu bahkan tidak bisa tidur seperti sekarang. Saya tidur dulu. Sudah mengantuk.” Ucapnya sambil membuka pintu dan menghilang dari balik pintu kamarnya.

Aku pulang malam itu dari rumahnya. Sepanjang mengemudikan mobil, aku memikrikan akan hal buruk ayang akan teradi kelak.

Dia minggu berselang
Dua minggu berselang pemerintah mengumumkan penyebaran bencana massive virus  flu babi. Penyebaran sangat cepat. Seluruh warga yang negative flue babi diungsikan ke luar Jakarta. Sedangkan warga yang positif flue babi dirawat inap di rumah sakit. Mereka diisolasi tidak bisa pergi ke luar Jakarta.

Aku berhasil selamat pindah diungsikan ke luar jakarta. Aku negatif flu babi. Seluruh file dan data tentang alien yang telah Profesor jeki tunjukan kepadaku, turut ku bawa. Tidak ada satupun yang tersisa. Aku berharap dengan menunjukan dan menjelaskan bukti tersebut kepada pemerintah berwenang, mereka bisa berbuat sesuatu untuk melawan alien-alien ini.

Dari sekian yang dapat kubawa, sayang, satu yang tertinggal. Profesor Jeki. Ia difonis positif flu babi. Malam itu ia tertahan di pintu jaga perbatasan.

Tak lama berselang, bencana yang lebih besar datang. Sebuah meteor ukuran bola basket jatuh di wilayah Jakarta. Mulanya satu-dua meteor. Lama-kelamaan puluhan bahkan ribuan meteor dengan ukuran sebesar bola basket menghujam rata seluruh wilayah Jakarta. Jakarta musnah dalam semalam bersama para penderita flu babi. Profesor Jeki pun ikut mati hangus oleh gempuran meteor

Pagi hari, kepulan asap membumbung tinggi ke awan. Sebuah televisi lokal meliput keadaan Jakarta etelah hujan meteor semalaman. Tanah menghitam. Gosong. Lobang-lobang bekas jatuhnya meteor tersebar merata ke seluruh daerah Jakarta. Pemandangan ini sangat memilukan. Ini sangat pahit. Melebihi pahitnya kopi hitam tanpa gula yang aku minum bersama Profesor Jeki. Aku sedih mengingatnya.

Gambar kamera bergerak ke daerah Jakarta Pusat. Di sana nampak ada sebuah lobang sangat besar yang dalam di tengah Jakarta Pusat. Lobang itu sangat misterius. Lobang itu berukuran sebesar lapangan bola. Kedalamannya belum diketahui. Namun yang kuperkirakan lobang itu sangat dalam. Mungkin hampir satu kilometer.

Mungkinkah... mungkinkah lobang itu pintu masuk mereka ke bumi? Batinku bertanya...


Bersambung...

***

Nantikan lanjutan cerpen gue selanjutnya. Silahkan tinggalkan kometar di bawah ini yah. See you....

10 comments:

  1. ane ngeri bacanya, mngkin kalo seandainya jakarta bneran kna serangan alien, alien dah yg bkalan mati dluan kna pncemarannya :D

    ceritnya keren, ane kbawa banget, tak kira ini bneran sblum ane baca stngahnya :v

    ReplyDelete
  2. Aduh. Gilak sih, nguras emosi banget. Berasa nyata karena motivasi dan tujuan yg kuat. Pengen baca lanjutannya, jangan lama2..

    ReplyDelete
  3. Diksinya bagus :). Lemes dan enak dibaca. Keberhasilan cerpen ini masih bergantung pada seberapa baik sambungan ceritanya dibuat menurut Dipi :). Nice :)

    ReplyDelete
  4. Seru bacanya mas Yog. Gimana ya kalau ini terjadi beneran, sepertinya monas

    dirusak yang pertama..hhmmm.. :D
    Aku tunggu kelanjutannya cerpennya mas Yog :)

    ReplyDelete
  5. Keereeennn cerpennya kak, hahaha

    Kesimpulannya, kita sebagai manusia tidak boleh mencemari lingkungan. Karena itu akan menyebarkan banyak wabah penyakit.

    Btw. Aku kesel pas baca yg freeport itu -_-#

    ReplyDelete
  6. Ide ceritanya kece..
    Menggabungkan tema alien dan Indonesia, kan jarang-jarang tuh Indonesia dipakai sebagai latar belakang cerita beginian.

    Ceritanya enak dibaca, tapi kalau boleh saran, mungkin ada beberapa kalimat yang bisa diganti supaya jalan cerita lebih dramatis dan enak dibaca. Terus ada beberapa kata yang menurutku g perlu diulang seperti di paragraf pertama kata begitu, "Rasa pahitnya begitu nikmat tanpa gula. Begitu kehidupan ini yang begitu pahit tanpa gula."
    Sama 1 lagi, membenarkan penulisan dengan ejaan yang baku. Tapi overall ceritanya oke punya!

    ReplyDelete
  7. Tadinya ngerasa "apasih ini bahasnya alien", tapi lama-lama penasaran juga. Lama-lama jadi mikir kalo itu benerab kejadian. Lama-lama jadi takut sendiri. Sebenernya bisa dijadiin novel sih ini. Keren tau! Ditunggu lanjutannya :)

    ReplyDelete
  8. serasanya nyata ia .. heee

    ReplyDelete
  9. Gua udah bertahun-tahun berkecimpung di dunia blog, tapi baru kali ini nemuin cerbung yang temanya science-fiction kayak gini hahaha. Openingnya mirip sama opening storynya Godzilla. Jadi penasaran sama lanjutannya nih hehehe

    ReplyDelete
  10. Ini beneran cerpen yang bg Oga banget. Udah lamakan gak nulis begini. Dulu, waktu masih mampir ke sini (waktu rajin update) suka baca cerpenmu bg.

    Diksinya juga nyampe banget. Apalagi satu hal yg aku suka, gak make bahasa yang terlalu berat. Meskipun pembahasannya cukup berat. Jakarta jadi kota mati.

    ReplyDelete

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter