Tuesday 1 December 2015

Rindu Kamu

Share it Please



Malam itu gue lagi ngebersihin file-file di komputer. Semenjak garap skripsi, banyak file yang seolah menjadi “sampah” yang menuh-menuhin komputer gue, seperti draft skripsi yang salah, journal yang enggak nyambung dengan skripsi gue, mahasiswi.3gp. 

Karna itulah, komputer jadi lemot. Kini skripsi gue sudah rampung, jadi ini saatnya membersihkan komputer dari file yang enggak berguna dan patut dibuang. Oya satu lagi, termasuk file foto gue bareng mantan gebetan waktu foto bareng di photo box dulu.

Satu-persatu file gue hapus dan otomatis terpindah ke recycle bin. Ketika lagi asyik, gue menemukan folder jadul. Folder tersebut adalah dokumentasi kegiatan drama kakak tingkat ketika jaman gue semester dua dulu. Hati gue tergugah untuk membuka folder itu.

“Klik klik...” sesaat folder tersebut langsung tebuka.

Banyak sekali foto kakak kelas gue dulu. Mereka sedang berperan di panggung dengan lucu. Selain itu, ada juga foto panitia pelaksana drama, yakni anak-anak himpunan jurusan gue. Gue termasuk menjadi anggota di dalamnya. Yang paling seru adalah saat seluruh panitia berfoto bersama setelah pentas drama yang selesai sampai malam hari. Kami berkumpul di halaman dekat ruang pentas, lalu mengambil foto dengan berbagai ekspresi wajah yang lucu. Melihat pemandangan itu, gue merasa kangen dengan suasana drama  waktu itu.

Sambil menatap foto itu, gue pindai satu persatu wajah anak-anak panitia. Sampai akhirnya pandangan wajah gue berhenti di Intan.


Intan adalah temen sekelas gue. Dia juga anak himpunan. Intan termasuk kedalam panitia acara pentas drama tersebut. Setelah sesi foto selesai, panitia briefing singkat. Dan sesudahnya kami pulang ke rumah masing-masing.

Kebetulan rumah gue dan Intan satu arah. Malam itu gue membonceng Intan, dan mengantarkannya sampai rumah. Di perjalanan yang cuma diterangi lampu motor itu, hujan turun rintik rintik. Gue mengendarai motor dengan jantung dagdigdug enggak karuan. Gue cuma takut kalo gerimis itu berubah jadi hujan besar. Bakal repot karna gue enggak bawa mantel hujan.

Gue lihat wajah Intan dari kaca sepion kiri. Dia tampak lucu. Ia menyipitkan matanya karna angin dan gerimis yang menerpa wajahnya. Kasian juga melihatnya. Sayang gue cuma bawa satu helm  doang, yakni helm yang gue pake saat itu. Seandainya gue bawa dua helm, mungkin dia bakal lebih terlindungi. Gue berinisiatif mempercepat laju motor karna kasihan Intan kegerimisan.

“Ga, Ga... berhenti dulu. Ini melilit!” tiba-tiba Intan minta gue menepi, walau gue belum jelas kenapa sebabnya.

“Hah? Apaan? Melilit?” tanya gue. Gue pun menepikan motor.

Saat itu gue berhenti di daerah pasar. Malam hari, pasar sepi, hanya dipenuhi tukang jajanan sejenis martabak dan nasi uduk di halamannya. Setelah gue menepikan motor dan melepas helm, lalu gue berbalik dan memeriksa Intan kenapa.

Saat gue turun, Intan malah tetep duduk di jok motor yang dalam keadaan standar miring.

“Kamu enggak turun?”

“Ini rok aku melilit kaykanya deh,” ucap Intan sambil menunjuk ke arah bawah roknya yang dekat dengan rantai bagian belakang motor.

Gue pun jongkok, mencoba memeriksa kenapa. Setelah gue lihat, ternyata rok Intan masuk ke rantai motor. Gue panik. Ini mseti gimana. Rok Intan nyangkut!

“Wah, nyangkut, Tan,” ucap gue sambil garuk-garuk kepala.

Gue coba menarik-narik roknya, memaksa supaya keluar dari rantai motor. 

“Kamu turun dulu,” pinta gue.

Intan pun turun dalam keadaan roknya nyangkut di rantai motor. Gue berfikir sejenak, gimana cara melepaskan roknya dari rantai. Gue perhatikan, gulungan rok yang melilit ke rantai motor gue itu mengarah ke kiri, alias berlawanan dengan jarum jam. Mungkin dengan menggerakan motor mundur, akan membuat rantai bergerak ke kanan, searah jarum jam, dan rok Intan bisa lepas dari rantai. Gue pun mencoba cara tersebut. Perlahan-lahan gue mundurin motor. Intan ikutan jalan mundur. Gue juga jalan mundur. Kami semua jalan mundur. Pemandangan kami absurd banget. Gue perhatikan sedikit-demi sedikit roknya Intan mulai keluar dari rantai. Sampai akhirnya lilitan roknya pun lepas.

Yeayyy....

Tapi belum lepas sempurna. Bagian ujungnya, sedikit banget, masih nyangkut di rantai, terselip di antara rantai dan gerigi. Kayaknya harus dipaksa ditarik nih. Ucap gue kala itu.

“Brekk...” roknya robek kecil.

“A-aduh, robek ni, Tan,” gue merasa bersalah.

Intan memeriksa bagian yang robek, “Udah, enggak papa,” ucapnya.

“Ehm, sorry yah,”

Akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Fyuh, untung aja lilitan roknya enggak sampai berakibat fatal sehingga membuat Intan jatuh. Gue memelankan laju motor, khawatir roknya bakal terlilit lagi.

“Roknya agak diangkat, Tan. Jangan deket ke rantai,” ucap gue sambil nyetir motor.

“Iyah, Ga,” jawab Intan. Suaranya agak pudar tertimpa bising kendaraan sekitar.

Tragedi rok nyangkut bukan cuma sekali gue rasakan sama Intan. Suatu hari, gue pulang dari kampus bareng Intan. Cuaca kala itu lumayan terik. Gue membuka gas motor, lalu melewati lampu merah dekat kampus ketika lampunya berubah hijau. Baru juga beberapa meter dari lampu lalulintas dekat kampus itu, rok Intan melilit. Kali ini suasananya lebih ekstrim. Tragedi melilit ini terjadi di tengan-tengah persimpangan lampu merah, dimana kendaraan dari berbagai arah menuju ke kami. Kami pun berhenti di tengah-tengah jalan.

“Gaaa, takut ih,” ucap Intan.

“Tenang, Tan. Tenang,” kata gue menenangkan Intan. Gue berdiri dan berlagak seperti polisi yang mengatur lalu lintas. Gue menggerak-gerakan tangan supaya kendaraan yang melewati kami hati-hati dan tidak terlalu dekat dengan kami saat melewati kami. Gue terlihat berani banget, padahal dalem hati gue juga gemeteran. Bayangin, men, ditengah jalan. Ditengah perempatan!

Gue melakukan metode yang sama seperti mengatasi tragedi rok melilit yang pertama dulu. Akhirnya dalam hitungan detik roknya lepas dari rantai. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan pelan dan hati-hati.

Hanya dengan melihat foto saat pentas drama di komputer, gue langsung kangen momen itu. Bukan cuma saat jadi panitia drama, tapi juga saat gue disibukan dengan berbagai kegiatan organisasi yang mana harus sering rapat, pulang malam dari kampus, berangkat pagi-pagi buta saat hari pelaksanaan kegiatan. Di akhir masa kuliah ini, gue serasa flashback tentang apa yang telah gue lakukan selama empat tahun lebih ini. Ada rasa kangen. Padahal dulu gue selalu ngeluh dengan jadwal kegiatan organisasi yang padet, sehingga pengen balik ke masa SMA. Tapi sekarang gue malah kangen momen itu. Momen kuliah, organisaasi, dan juga... Intan beserta tragedi rok nyangkut itu.

Gue membuka folder lainnya. Gue menemukan foto jaman SMA dulu. Saat itu gue dan teman kelas sedang tour sejarah ke Musium Perundingan Linggarjati. Wajah gue saat itu masih buruk rupa. Buluk banget. Tapi alhamdulillah sekarang kualitas wajah gue sudah naik tingkat, yang tadinya “buruk rupa,” sekarang jadi “enggak ganteng.” Ya lumayan lah peningkatan kualitas wajah gue ini, walau enggak signifikan.

Gue jadi kangen dengan masa SMA juga.

Sepertinya, suatu saat nanti ketika gue sudah kerja, gue bakal kangen masa-masa akhir kuliah ini. Seperti masa ngerjain skripsi, ngejar-ngejar dosen pembimbing, di-php-in dosen pembimbing. Sadar atau enggak, sebenernya moment yang kita keluhkan sekarang, pasti akan kita rindukan di masa yang akan datang.

Kini skripsi gue sudah kelar, dan gue dihadapkan dengan persoalan mencari kerja. Memang, mencari kerja ini berat. Lowongan kerja sedikit, persaingan kerja ketat banget, sampai gajih yang enggak sesuai. Tapi, pasti suatu saat ketika gue sudah memiliki pekerjaan layak, gue akan rindu dengan masa-masa perjuangan ini.

Begitupun setiap moment yang kita rasakan. Kalian yang sedang baru menggarap skripsi, dan mungkin sering mengeluh, coba simpan rasa mengeluh kalian. Ingat, suatu saat kalian akan rindu masa-masa perjuangan skripsi ini. Kalian perlu tahu, mengeluh cuma membunuh semangat kalian. Maka, simpanlah rasa mengeluh itu.

Kalian yang mungkin sering lelah karna jadwal rapat organisasi yang padat, ingat juga, suatu saat kalian akan rindu moment itu ketika kalian sudah menginjak smester akhir kelak. Smester dimana kalian sudah jarang ikut organisasi.

Dan buat kalian yang sedang marahan dengan pacar, inget, suatu saat kalian akan rindu dengan sikap ngeselin pacar kalian. Dan inget... PACARAN ITU DOSA!!! BERTAUBATLAH... TAUBATT!!!! LEBIH BAIK JOMBLO TERHORMAT DARIPADA PUNYA PARTNER DALAM HUBUNGAN YANG HARAMMM!!!!

Ekhm, sorry, gue terbawa emosi. Maklum, gue ngetik ini sambil lihat foto mantan. Tadi belum sempet gue delet. Sorry... sorry.

Well, this is the end of the post. I suggest you guys enjoying your moment right now because you definitely will be missing that moment sometime, in your future live.

3 comments:

  1. Kalau saya masih di masa perjuangan nih. Kalau menurutku menghapus foto lebih mudah dari pada melupakan. Eaaa

    ReplyDelete
  2. iya broo kangen banget dengan masa - masa organisasi dulu. Ribetnya waktu jadi panitia event, kebersamaan waktu brainstorming, membunuh waktu dengan rapat, nongkrong - nongkrong nggak jelas bareng dosen kemahasiswaan, pokoknya banyak banget hal - hal yang sulit dilupakan. termasuk kenangan manis dan pahit bareng mantan ( waktu itu saya ketua himpunan, si mantan bendahara himpunan huehehehe ).
    dan sekarang udah mau sidang, udah mau pisah sama kampus. jujur, saya benci banget sama kampus dan dosen - dosennya. tapi kalo menyoal kenangan, landmarknya selalu membekas di hati :").

    ReplyDelete
  3. Wihh perjuangan super payah kali ngerjain skripsi itu. Selamat buat lo yang udah di tahap selesai skripsi. :D

    ReplyDelete

Profil Penulis

My photo
Penulis blog ini adalah seorang lelaki jantan bernama Nurul Prayoga Abdillah, S.Pd. Ia baru saja menyelesaikan studinya di bidang Pendidikan Bahasa Inggris. Ia berniat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu Pendidikan Bahasa Tumbuhan, namun sayang belum ada universitas yang membuka jurusan tersebut. Panggil saja ia “Yoga.” Ia adalah lelaki perkasa yang sangat sayang sekali sama Raisa. Di kamarnya banyak sekali terpajang foto Raisa. Sesekali di waktu senggangnya, ia mengedit foto Raisa seolah-olah sedang dirangkul oleh dirinya, atau sedang bersandar di bahunya, atau sedang menampar jidatnya yang lebar. Perlu anda tahu, Yoga memiliki jidat yang lebar. Karna itu ia sering masuk angin jika terlalu lama terpapar angin di area wajah. Jika anda ingin berkonsultasi seputar mata pelajaran Bahasa Inggris, atau bertanya-tanya tentang dunia kuliah, atau ingin mengirim penipuan “Mamah Minta Pulsa” silahkan anda kirim pesan anda ke nurulprayoga93@gmail.com. Atau mention ke twitternya di @nurulprayoga.

Find My Moments

Twitter